Jumat, 16 Mei 2014

12 HAL LENGKAP SEBELUM MENIKAH



12 HAL LENGKAP SEBELUM MENIKAH
Pernikahan selalu menjadi tema yang mengasyikkan, khususnya bagi para bujangan yang kesepian. Tema obrolan mereka tak akan lari jauh dari seputar pernikahan. Ada yang menggebu-gebu menyebutkan niatan dan tekad yang menggugah, ada juga yang masih malu-malu namun hati penuh angan-angan dan kenangan pada sosok yang mengagumkan di hari-hari yang lalu. Fitrah sekaligus gejolak muda tidak terhindarkan lagi, bahasan pra nikah memang selalu ditunggu-tunggu.
Pernikahan bukan ujung dari kegundahan para lajang, namun awal dari pembuktian idealisme yang pernah tertancapkan, tentang keluarga dakwah, keluarga romantis, keluarga ideal dan yang semacamnya. Karenanya persiapan menuju pernikahan harus dipupuk sedemikian rupa, agar menghadirkan pemahaman yang utuh tentang sebuah institusi pernikahan.
Berikut ini sekitar 12 materi dan postingan blog kami Indonesia Optimis, yang telah kami tuliskan beberapa waktu yang lalu, untuk berbagi bekal kepada mereka yang senantiasa merindukan pernikahan yang barokah, indah dan islami. Semua diawali dari sini, yaitu berbekal mencari ilmu dan menempa diri. Bersungguh-sungguhlah mencari bekal, maka pernikahan itu akan semakin dekat insya Allah
KUMPULAN ARTIKEL PRA NIKAH  :
1.Pertama : Bersihkan Diri dari Aktifitas Pacaran
Melangkah menuju pernikahan harus diawali dengan menutup semua aktifitas berbau pacaran. Karena pacaran bukanlah persiapan pernikahan. Sudah banyak contoh penyesalan saat pernikahan yang berawal dari pacaran. Untuk menghentikan kebiasaaan dan budaya pacaran yang sudah menggurita, kita perlu pemahaman kuat dan keyakinan akan bahaya sebuah aktifitas pacaran tersebut.
Ketika pacaran sudah menjadi budaya yang menggurita, maka mengatakan 'tidak' untuk pacaran adalah perjuangan yang sungguh berat. Karenanya banyak yang kemudian berpikir untuk 'menerima' pacaran, dengan logika dan dalil-dalil yang bisa memuaskan sebagian orang. Tidak heran jika kemudian muncul 'pembolehan' pacaran dengan atas nama 'psikologi', 'hak asasi', 'cinta adalah fitrah', bahkan terkadang atas nama ' Islam' . Nah ! Khusus yang terakhir ini, yang membawa-bawa nama Islam, kita perlu bahas lebih lanjut.

Islam membolehkan pacaran ? Akan sangat mudah bagi mereka yang mau dan tidak malu. Tinggal pilih-pilih dalil yang melegakan tentang nilai-nilai cinta secara universal, jadilah pacaran itu boleh. Saya pernah satu forum dengan 'ustadz' -yang kebetulan memakai blangkon- , ketika ditanyakan padanya tentang hukum pacaran. Maka segera saja meluncur dalil-dalil cinta universal dalam Islam, yaitu ukhuwah islamiyah. Dengan bahasa arab yang fasih, mulailah beliau menyitir dalil sabda Rasulullah SAW : Tidak beriman seorang dari kamu, hingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (HR Bukhori & Muslim). Nah, jadilah cinta kepada saudara se-islam menjadi dalil pendukung pacaran.

Bagitu pula saat mendengat ayat, Allah SWT berfirman : Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Al-Hujurot 13). Beberapa dengan percaya diri menyatakan bahwa pacaran , tidak lain dan tidak bukan adalah upaya saling mengenal antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana disebutkan dengan jelas pada ayat di atas. Maka jadilah mereka bersemangat dalam pacaran, sebagai sebuah usaha mengimplementasikan ajaran Al-Quran untuk saling mengenal antara laki-laki dan perempuan. Alaaah..alaah !

Sebenarnya banyak hadits lain tentang nilai cinta ukhuwah yang universal yang sering disempitkan menjadi cinta antara dua sejoli. Bahkan lebih dikerucutkan kepada aktifitas-aktifitas khusus pacaran. Misalnya saja, tentang 'menembak' sang incaran dengan kata 'aku suka kamu' atau 'aku cinta kamu'. Aktifitas ini kadang dihubung-hubungkan dengan sebuah hadits :

Dari Anas bin Malik ra, bahwasanya ada seorang bersama dengan Nabi SAW, kemudian lewatlah seorang laki-laki lain. Laki-laki (yang bersama Nabi) itu mengatakan : Ya Rasulullah, Sungguh aku mencintai laki-laki itu . Maka Rasulullah SAW menjawab padanya : " Apakah engkau sudah beritahukan (rasa cintamu) kepada dia ?. Dia menjawab : Belum. Lalu Rasulullah SAW mengatakan : (jika begitu) Beritahukan pada dia. Maka kemudian ia menyusul laki-laki tersebut dan mengatakan " Inni uhibbuka fillah" (aku mencintaimu karena Allah), maka laki-laki tersebut menjawab : Semoga Allah yang engkau mencintaiku karena-Nya, juga mencintaimu ! " (HR Abu Dawud dengan isnad shahih)

Nah, berlandaskan hadits di atas, ada yang melegalkan aktifitas 'menembak' lawan jenisnya untuk melamar jadi pacar dengan ungkapan : Aku cinta kamu, sebagaimana di isyaratkan dalam hadits tersebut. Lagi-lagi kasusnya sama, makna 'cinta' yang begitu luas dalam ukhuwah Islam kembali disempitkan atas nama cinta dua sejoli. Bahkan agar terkesan lebih islami dan menggetarkan, ada juga yang tanpa tedeng aling-aling menyatakan : " Aku mencintaimu karena Allah ! ". Tidak lupa dihiasi dengan tatapan mata yang sayu penuh harap. Itu sebuah statemen yang harus dipertanggungjawabkan kelak. Bagaimana mungkin mencintai seseorang karena Allah, tapi pada saat yang sama melecehkan aturan-aturan Islam dalam masalah pergaulan lawan jenis. Astaghfirullah.

Misal yang lain, ada yang membolehkan 'aktifitas pacaran' berupa apel malam minggu, jalan-jalan dan makan-makan, asal ada yang nemeni. Ada satpam atau pihak ketiga yang bertugas melakukan pengawasan. Bisa jadi sang adik, kakak, tetangga, atau bahkan ortu sendiri yang ikut nemeni sang gadis saat si doi apel ke rumahnya. Dengan kata lain, selama aktifitas tidak berduaan maka pacaran menjadi sah dalam pandangan mereka. Hadits yang dipaksa untuk digunakan dalam hal ini :

Dari Jabir bin Abdullah ra, Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyendiri ( berduaan) bersama seorang wanita tanpa ditemani mahromnya, karena yang ketiganya adalah setan" (HR Ahmad)
Dari hadits di atas, diambillah sebuah kesimpulan yang sederhana : boleh pacaran asal ditemeni. Jadi jika sang pacar datang ke rumah, para orang tua ikut menemani ngobrol. Atau bisa juga mengawasi dari jarak jauh, jika sang pacar mulai senyum-senyum merapat, akan ada suara batuk-batuk dari kejauhan. Wah ..wah..

Lebih parah lagi kalau ada yang menyatakan ; yang penting orang tua setuju dan ridho anaknya pacaran ? Bukankah dalam hadits disebutkan : Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda : keridhoan Rabb (Allah) ada dalam keridhoan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan kedua orangtua (HR Thobroni, Baihaqi dalam Sya'bul Iman, Albani menshahihkannya) Nah, jika para orang tua saja sudah rela anaknya di pacari, bahkan banyak juga yang bangga jika anaknya sudah ada yang ngapeli, lalu apa urusannya melarang-larang orang pacaran ? .

Hari ini banyak kita lihat, betapa banyak orang tua yang khawatir saat anak gadisnya tak kunjung punya pacar. Lalu mereka menggunakan beragam cara agar tampilan si gadis lebih cantik dan menarik. Jika si gadis kebetulan berjilbab, maka terkadang di paksa untuk melepas jilbabnya. Naudzubillah.

Ada juga yang diminta berhias dengan sungguh-sungguh, agar jika keluar rumah bisa terlihat menyala-nyala. Bak model iklan, di jalan nanti akan banyak yang melirik dan terpana, siapa tahu salah seorang akan meminang anak gadisnya jadi sang pacar. Maka jika di lain hari, sang cowok itu benar-benar datang menyapa anak gadis dan berkunjung ke rumahnya, sang ortu -khususnya ibu- ini benar-benar terlihat lega dan bahagia. Akan ada suguhan spesial bagi sang cowok, sapaan hangat dan apa saja yang membuat sang cowok itu betah berlama-lama memacari anak gadisnya. Duuh..

Itu baru yang rela atau ridho anaknya pacaran. Banyak juga yang lainnya bukan sekedar ridho, tapi justru malah menyuruh anaknya pacaran ! Apapun, entah orang tua 'sekedar' ridho atau justru memerintahkan pacaran, sesungguhnya yang namanya maksiat itu tetap bernilai maksiat, meskipun ditutup-tutupi dengan kerihoan orang tua, perintah orang tua, panggilan cinta yang fitrah, nilai kemanusiaan dan lain sebagainya. Meninggalkan masksiat adalah perintah dari Allah SWT, yang tidak bisa dikalahkan dengan perintah-perintah makhluk di bawahnya. Karenanya sungguh bijak ketika Rasulullah SAW sejak awal sudah mengantisipasi hal ini. Dalam haditsnya beliau bersabda : Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya ada pada perbuatan yang baik (HR Bukhori dan Muslim dari Ali bin Abi Tholib ra)

Hakikat dalam aktifitas pacaran adalah kemaksiatan , bukan sekedar satu dua maksiat tapi bisa jadi menjadi siklus kemaksiatan yang berputar dan terus berputar. Karenanya, pembolehan pacaran dengan dalil dan logika manapun, hanya akan berkisar seputar usaha menutup-nutupi pacaran sebagai sebuah kemaksiatan. Banyak yang mengeskplorasi begitu jauh tentang manfaat-manfaat pacaran agar terlihat nilai positif pacaran. Dari mulai tambahan motivasi belajar, keluwesan dalam bergaul, pendidikan seks hingga alasan klasik ; 'penjajagan' pra nikah !.

Itu semua menjadi impian semu yang selalu gagal untuk dicapai. Bukannya termotivasi belajar, tapi nilai ujian justru turun drastis sepanjang sejarah perkuliahan atau sekolahnya. Bukannya pendidikan seks yang dicapai, tapi justru langsung praktik seksual yang didapat dengan mudah dan murah tanpa ikatan yang halal sedikitpun. Bukannya penjajagan pra nikah, tetapi benar-benar penjajagan bagaimana nanti kalau sudah nikah ! Makanya banyak yang sudah berhubungan suami-istri dengan pacarnya hanya karena 'janji untuk menikah'.

Akhirnya, saya mengajak pada mereka yang 'sempat' membolehkan pacaran. Baik dari kalangan sosiolog, pendidik, maupun para orangtua. Agar berpikir lebih jernih sebelum membuka kran kebebasan untuk pacaran. Sedikit saja ada celah untuk membolehkan berpacaran, maka berikutnya yang ada adalah 'siklus kemaksiatan' yang terus berputar. Ibaratnya dalam masalah kecanduan narkoba, yang menjadi pemicu awal biasanya adalah 'kebolehan' untuk merokok. Dari rokok remaja kita belajar banyak tentang obat-obatan, dari yang sederhana hingga jenis yang paling membahayakan.

Karenanya, jika hari ini kita mengatakan 'silahkan berpacaran' pada anak-anak gadis dan remaja kita. Itu bagaikan mendekatkan tabung gas dengan sumber api yang menyala. Tidak ada yang menjamin bahwa tidak akan terjadi ledakan, letupan , atau mungkin hanya sekedar asap panas yang membumbung tinggi. Demikian pula remaja kita, saat mendapat ijin untuk berpacaran, maka tidak ada yang menjamin bahwa tidak akan terjadi hubungan badan, ciuman, belaian atau mungkin 'sekedar' sentuhan dan remasan jari. Semua itu adalah kemaksiatan. Bahkan bukan cuma satu dua kemaksiatan, tapi (sekali lagi) siklus kemaksiatan yang berputar dan terus berputar. Efek domino pacaran, begitu kami menyebutnya.
Ingin ngobrol dengan saya ? Follow saya di Twitter @hattasyamsuddin
2.Kedua : Mewacanakan Nikah pada Orang Tua
Pekerjaan rumah besar sebelum melangkah menuju pernikahan adalah mengkomunikasikan kepada orang tua. Banyak yang gagal mengkomunikasikan soal ini dan berujung pada persengketaan saat memutuskan pernikahan. Baik soal waktu yang tepat, prioritas bahkan juga soal pemilihan jodoh. Pernikahan adalah pertemuan dua keluarga besar. Bukan dua orang semata.
Assalamu’alaikum wr wb …
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang menyatukan hati-hati kita. Semoga forum ahad pagi ini bisa lebih mengikat ukhuwah diantara kita. Sebagaimana sering dalam membuka sebuah majelis, saya menyampaikan beberapa harapan :

Di awal majelis ini mari kita berniat Agar iman kita meningkat Ilmu yang berguna di dapat Ukhuwah kita semakin erat Serta amal semakin semangat

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada Nabi kita Muhammad SAW, keluarga dan sahabat, serta seluruh kaum muslimin yang istiqomah menjalankan risalah islam hingga hari akhir nanti.

Kajian ahad ini (31 Desember 2009) di grup facebook (KAJIAN PRA NIKAH) kita akan sedikit membahas tentang : Rencana Pernikahan dan Orang Tua. Banyak keluhan, curhat atau pertanyaan yang masuk pada saya seputar hal tersebut. Dari mulai pihak orangtua yang ‘shock’ dengan teror dari anaknya yang meminta menikah dengan bertubi-tubi, hingga larangan para ortu pada anaknya untuk menikah karena masalah ekonomi dan yang semacamnya.

Sepertinya banyak alasan para orangtua belum mengijinkan anaknya untuk menikah, bahkan sampai pada tahapan ada yang ‘sakit’ jika anaknya kembali membicarakan tentang pernikahan. Namun diantara sekian alasan itu, barangkali ada beberapa hal yang sering muncul di benak para orang tua tentang pernikahan putra-putrinya.

1. Merasa Pernikahan itu tidak perlu cepat-cepat, bisa nanti-nanti saja, apalagi bagi yang anaknya laki-laki.
2. Merasa sang anak belum mampu dan mandiri secara ekonomi.
3. Merasa khawatir dengan pasangan anaknya nanti, apakah sholeh atau tidak , dan sebagainya. Bahkan mungkin sebagian sudah ada yang menyiapkan jodoh bagi anaknya.

Nah, ada beberapa hal yang perlu dijalankan seorang akh/ukhti sebelum berproses menuju pernikahan. Semuanya dijalankan dengan penuh kesungguhan dan lemah-lembut. Jangan memaksakan ‘niat mulia’ ini dengan cara yang tidak mulia. Beberapa hal tersebut antara lain :

Pertama : Menunjukkan Prestasi dan Kemampuan Diri

Hendaknya para akhi/ukhti bisa menunjukkan pada kedua orangtuanya bahwa mereka ini telah ‘layak’ menikah. Bukan lagi anak kecil yang ingin dimanja, bukan lagi ‘sekedar’ mahasiswa biasa yang menanti-nanti gelar sarjana. Yakinkan orangtua dengan parade prestasi, maka insya Allah akan membukakan hati para orang tua untuk menyatakan : oo.. ternyata anak saya mampu.

Karenanya, berprestasilah terlebih dahulu dan tunjukkan pada orang tua agar mereka bisa tenang saat merestui anaknya berproses menuju pernikahan.
Ingat ungkapan salah satu putri Syuaib yang diabadikan dalam Al-Quran :

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya". (Qoshos 26)

Nah, ketika para orangtua sudah cukup merasa tenang bahwa anaknya punya karakter “ Kuat dan Terpercaya” atau mempunya Performance dan Kredibilitas yang baik, maka insya Allah mereka akan menyetujui setiap usulan dari anaknya, termasuk usulan nikah. Jadi, buktikan dulu pada para orangtua bahwa Anda telah banyak mengukir berprestasi .

Kedua : Memberikan Penjelasan tentang Anjuran Menyegerakan Pernikahan

Terkadang orang-orang tua merasa tenang-tenang saja dengan isu pernikahan. Mereka belum sadar bahwa usia semakin menua dan saatnya untuk menimang cucu telah tiba. Karenanya berikan pemahaman bahwa urusan nikah adalah ibadah mulia yang juga mengikuti kaidah : “ Lebih Cepat Lebih Baik “, hal ini tentu senada dengan isyarat dalam sebuah hadits :
روى أحمد والترمذي عن علي رضي الله عنه: أن النبي قال له، " يا علي: ثلاث لا تؤخرها الصلاة: إذا أتت، والجنازة إذا حضرت، والايم إذا وجدت كفئا ".

Dari Ali ra, Rasulullah SAW bersabda : “ Wahai Ali, tiga hal yang jangan engkau tunda-tunda (yaitu) : Sholat ketika telah datang waktunya, jenazah yang sudah siap (dimakamkan), dan bujangan yang sudah menemukan pasangannya (yg sekufu) “ (HR Tirmidzi dan Ahmad)

Ketiga : Curhat pada Orangtua tentang Kegelisahan Hati dan banyaknya Godaan di luar sana

Barangkali para orangtua belum sadar sepenuhnya bagaimana kondisi dunia luar yang bisa mengotori hati putra-putrinya. Di sana ada pemandangan syahwati yang bertaburan di jalanan dan sekolahan. Di sana ada satu dua pandangan dan sapaan yang melenakan. Di sana ada ucapan-ucapan indah yang mengotori niat dan hati. Belum lagi dengan iringan lagu-lagu romantis yang senantiasa memprovokasi.

Seorang akhi/ukhti hendaklah dengan jujur menyampaikan kegelisahan ini. Dan dari sanalah kemudian muncul keinginan untuk segera membentengi diri. Mengakhiri segala bentuk romantisme semua yang tiada henti. Sampaikan pada orangtua bahwa anaknya ini ingin menikah untuk menjaga diri dan juga kehormatan keluarga.

Barangkali hadits di bahwa ini bisa jadi bekal untuk berdiskusi :

وفي حديث الترمذي عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (ثلاثة حق على الله عونهم، المجاهد في سبيل الله، والمكاتب الذي يريد الاداء، والناكح الذي يريد العفاف).
Dari Abu Hurairah ra , Rasulullah SAW bersabda : “ Ada tiga orang yang wajib bagi Allah menolongnya : orang yang berjihad di jalan Allah, budak ‘Mukatib’ yang ingin membayar pembebasannya, dan seorang yang ingin menikah untuk menjaga dirinya “ (HR Tirmidzi)

Keempat : Meyakinkan tentang rizki dan tekad kuat untuk mandiri

Sungguh kurang layak mengajukan pernikah pada orangtua jika kantong ini belum terisi dari keringat kita sendiri. Memang ada satu dua kasus dimana orangtua ‘sholih’ sangat inisiatif dalam membantu pernikahan anaknya secara finansial. Barangkali ia terinspirasi dengan Nabi Syu’aib yang begitu kooperatif membantu pernikahan putrinya dengan nabi Musa as. Tapi saya yakin tidak banyak orang tua yang semacam itu.

Nah, jadilah kita harus ‘berjanji-janji’ bak politisi untuk mewujudkan kemandirian ekonomi. Sampaikan langkah-langkah Anda ke depan dalam memenuhi kebutuhan dasar sebuah pernikahan. Jika ada satu dua keluarga yang tulus membantu, terima dengan tangan terbuka tapi tidak dalam arti melenakan kita untuk mencari dengan keringat kita sendiri.

Jangan lupa mengingatkan konsep ekonomi ‘Ketuhanan’ yaitu pernikahan adalah salah satu pintu-pintu rizki di muka bumi ini. Betapa banyak yang menjadi kaya dan bersemangat dalam berusaha saat di rumah telah ada bidadari yang memotivasi. Yakinkan para orang tua dengan ayat monumental tentang pernikahan dan rizki
:وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (النور32)


Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS An-Nuur 32)


Kelima : Menyampaikan bahwa Akhlak dan Agama adalah Prioritas Utama dalam mencari pasangan nantinya
Terakhir, meyakinkan bahwa ‘calon mantu’ nanti adalah sosok yang terpilih karena keshalihan dan agamanya. Bukan sekedar tampan dan cantik karena ini bukan audisi model dan artis, bukan pula sekedar kaya raya karena ini bukanlah membuat perusahaan komersial. Tapi yang dicari adalah dua kriteria utama : Akhlak dan Agamanya.

Perlu juga diingatkan pada para orangtua ini dua karakter ini sejak awal, jangan sampai mereka mengharapkan kriteria bermacam-macam yang barangkali justru tidak islami dan mempersulit anaknya dalam menemukan jodohnya. Cukuplah bagi para orangtua peringatan Rasulullah SAW dalam haditsnya :

وروى الترمذي بإسناد حسن عن أبي حاتم المزني، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: " إذا أتاكم من ترضون دينه وخلقه فأنكحوه، إلا تفعلوا تكن فتنة في الارض وفساد كبير،

Dari Abu Hatim ra, Rasulullah SAW bersabda : “ Jika telah datang (melamar) padamu seorang yang engkau ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dg anakmu), jika engkau tidak melakukannya maka akan muncul fitnah di muka bumi ini dan kerusakan yang besar “ ( HR Tirmidzi dengan sanad yang baik)

Akhirnya, masih banyak tahapan yang harus akhi/ukhti jalankan sebelum memasuki sebuah proses pernikahan. Akan ada hambatan, bahkan mungkin tangisan, tapi yakinlah itu semua akan semakin mendewasakan dan mengokohkan hati untuk menghadapi lebih banyak lagi tantangan usai pernikahan.

Wallahu a’lam bisshowab. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk memahami apa yang kita kaji pagi ini, menjalankannya dengan sepenuh hati. Serta, -tentu saja- mendakwahkannya pada yang lain.
Wassalamu’alaikum wr wb.
Ingin ngobrol dengan saya ? Follow saya di Twitter @hattasyamsuddin
3.Ketiga : Ragam Macam Hukum Pernikahan
Mengetahui lebih detil tentang hukum pernikahan, karena kondisi setiap orang bisa jadi berbeda. Jangan terlalu dipaksakan sementara kemampuan belum seberapa, jangan pula ditangguhkan dan ditunda-tunda padahal kebutuhan dan kondisi sudah sedemikian menggelora.
Alhamdulillah, tanpa terasa sepekan begitu cepat berlalu. Pagi ini saatnya kembali mengkaji ‘secuil’ ilmu tentang pernikahan. Begitu banyak usulan untuk tema-tema kajian pernikahan, sangat beragam, dan menantang untuk segera dituliskan. Memang pernikahan adalah dunia yang dipenuhi dengan tema-tema pendahulan. Baik secara ilmu dasar filosofisnya, hingga masalah teknis-teknis yang diperlukan menjelang pernikahan, semuanya begitu banyak dan beragam. Karenanya mohon maaf jika usulan-usulan yang masuk belum segera direalisasikan. Insya Allah jika grup kita ini istiqomah, usulan-usulan tersebut dapat juga diwujudkan. Amin.

Untuk pekan ini, kita akan membahas ragam macam hukum pernikahan. Agar lebih jelas bagi kita –khususnya ikhwan dan akhwat bujangan – apakah saat ini sudah tepat saatnya untuk menikah, ataukah barangkali masih sekedar keinginan-keinginan sesaat disaat hati merasa sepi. Agar kita bisa lebih arif bahwasanya tidak setiap keinginan itu harus dipaksakan, tidak setiap hasrat harus segera dipenuhi. Semua ada aturannya. Semua ada batasan-batasannya.

Pertama : Hukum Menikah menjadi wajib,
Menikah bagi sebagian besar ulama menjadi wajib hukumnya, ketika seorang itu :
Telah mempunyai kemampuan untuk memberikan nafkah finansial pada keluarganya
Berada dalam lingkungan yang memungkinkan terjerumus dalam kezinaan
Latar belakang keimanan dan keshalihannya belum memadai
Puasa sudah tidak mampu lagi menahan gejolak dan kegelisahannya
Hal ini bersandarkan bahwa : menahan dan menjauhi dari kekejian adalah suatu hal yang wajib, dan jika yang wajib itu tidak terpenuhi selain dengan menikah, maka dengan sendirinya menikah itu menjadi ikut wajib hakimnya. Kaidah ini dikenal dengan nama : “ maa lam yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib “.

Kedua : Hukum Menikah menjadi Haram
Seseorang diharamkan baginya menikah, ketika bisa dipastikan (berdasarkan pengalaman dan dhahirnya) bahwa dalam pernikahan itu ia akan menzalimi istrinya. Salah satu contohnya yaitu :
jelas-jelas tidak mampu memberikan nafkah finansial pada istrinya.
Atau dalam kondisi tidak bisa menjalankan kewajibannya kepada suami/istrinya nanti, semisal : tidak punya kemampuan dalam hubungan suami istri.

Hukum haram ini bisa menjadi berubah saat dipastikan ternyata kondisi-kondisi tersebut telah diperbaiki. Lalu pertanyaan yang menarik selanjutnya adalah : Bagaimana jika seseorang berada pada kondisi yang berbahaya mengarah pada zina, dan pada saat yang sama dia belum mempunyai kemampuan finansial yang cukup ? . Maka solusi ‘sementara’ untuk hal ini adalah menjaga diri dengan berpuasa. Karena jika bertemunya wajib dengan haram, maka yang haramlah yang harus dijauhi terlebih dahulu.

Allah SWT berfirman “ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. “ (QS An- Nuur ayat 33)

Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda : Wahai segenap pemuda, barang siapa diantara kamu telah mempunyai kemampuan (jimak) maka hendaklah segera menikah, karena itu lebih menundukkan pandangan, dan menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu (memberi nafkah) maka hendaklah ia berpuasa, karena itu menjadi perisai baginya “ (HR Jamaah)
Ketiga : Hukum Menikah menjadi Makruh
Yaitu ketika seseorang berada dalam kondisi yang dikhawatirkan (bukan dipastikan) akan menimbulkan bahaya dan kerugian jika menikah nantinya, misalnya karena beberapa faktor sebagai berikut :
karena ketidakmampuannya dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya, atau mempunyai penghasilan tetapi sangat belum layak.
Atau bisa juga karena track record kejiwaannya yang belum stabil, seperti emosional dan ringan tangan
Atau ada kecenderungan tidak mempunyai keinginan terhadap istrinya, sehingga dikhawatirkan nanti akan menyia-nyiakan istrinya

Keempat : Hukum Pernikahan menjadi Sunnah
Terakhir, jika seseorang berada dalam kondisi ‘pertengahan’ maka hukum menikah kembali kepada asalnya yaitu sunnah mustahabbah atau dianjurkan. Yaitu jika seseorang dalam kondisi :
Mempunyai daya dukung finansial yang mencukupi secara standar
Tidak dikhawatirkan terjerumus dalam perzinaan karena lingkungan yang baik serta kualitas keshalihan yang terjaga.

Dalil yang menunjukkan hukum asal sunnah sebuah pernikahan, diantaranya adalah yang diriwayakan anas bin malik ra. Yaitu ketika datang tiga sahabat menanyakan pada istri-istri nabi tentang ibadah beliau SAW, kemudian mereka bersemangat ingin menirunya hingga masing-masing mendeklarasikan program ibadah andalannya :
Ada yang mengatakan akan shalat malam terus menerus
Ada yang mengatakan akan puasa terus menerus
Ada yang mengatakan tidak akan menikah selamanya
Dan puncaknya, ketika Rasulullah SAW mendengar hal ini, beliau segera bereaksi keras dan memberikan statemen yang cukup jelas tentang hal tersebut. Beliau bersabda : Demi Allah .. sungguh aku ini yang paling takut kepada Allah di antara kamu sekalian, aku juga yang paling bertakwa pada-Nya, tetapi aku shalat malam dan juga tidur, aku berpuasa dan juga berbuka, dan aku juga menikahi wahita. Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka bukanlah bagian dariku “ (HR Bukhori)

Nah, jika urusannya adalah sunnah, maka insya Allah lebih baik untuk disegerakan. Saya ingat sebuah kisah nyata yang dulu sering saya sampaikan pada ibu saya jauh-jauh hari sebelum akhirnya menikah. Kisahnya seorang pemuda mesir yang belajar di Amerika. Pada tahun pertama, ia minta ijin pada ibunya untuk menikah, tapi oleh ibunya dilarang. Begitu pula tahun kedua, dan ketiga ia mengulangi lagi permintaan untuk menikah, dan senantiasa juga ditolak. Hingga akhirnya di tahun keempat dan kelulusannya, ibunya datang dan mengatakan sekaranglah saatnya menikah. Maka sang anak menjawab dengan enteng : ibu, sekarang saya tidak memerlukan pernikahan, di Amerika ini saya bisa memenuhi kebutuhan biologis saya tanpa harus menikah. Bukankah dulu ibu melarang saya menikah, ketika saya benar-benar membutuhkannya untuk memenuhi kebutuhan biologis saya ?Wal iyyadz billah.

Ikhwan dan akhwat sekalian, marilah mengkaji ulang status dan kondisi kita hari ini. Apakah telah sampai pada kita kewajiban menikah ? sunnah, atau barangkali justru masih dalam status makruh ? Anda lebih tahu jawabannya. wallahu a’lam bisshowab.
Ingin ngobrol dengan saya ? Follow saya di Twitter @hattasyamsuddin

4.Keempat : Memilih Kriteria Pasangan (Bagian Pertama)
Semua mendampakan kriteria yang ideal dan nyaris sempurna. Tanpa pemahaman yang baik maka benak kita hanya akan dipenuhi dongeng-dongeng belaka tentang sosok putri atau pangeran idaman. Ini pernikahan dunia nyata yang dipenuhi oleh keterbatasan dan kekurangan setiap individu. Lebih baik serahkan tuntutan agama kita seputar kriteria idaman.
Assalamu'alaikum wr wb.
Alhamdulillah, ahad ini adalah kajian yang ke-empat dalam grup FB ini. Sampai sejauh ini, begitu banyak member yang terdaftar. Insya Allah itu menunjukkan semangat yang kuat dalam mencari ilmu menuju gerbang pernikahan. Semoga semangat itu diikuti dengan keseriusan demi keseriusan, yang akhirnya benar-benar mengantarkan pada pernikahan. Grup ini sebenarnya unik, karena bukan saja mengharapkan 'penambahan' jumlah anggota, tapi barangkali juga sekaligus berharap 'penurunan' jumlah Anggota. Tentu saja pengurangan yang dimaksud adalah ketika anggota KAJIAN PRA NIKAH ini telah sukses menikah sesuai harapan.

Untuk pekan ini, kita akan selangkah lebih mendekat ke pintu pernikahan. Setelah kita berhasil meluruskan motivasi kita dalam menikah, kemudian berhasil mewacanakan pernikahan pada orang tua kita, kemudian kita juga memahami hukum pernikahan yang update bagi diri kita, maka kini saatnya memahami tentang kriteria pasangan ideal dalam Islam.

Ada beberapa kriteria yang ditekankan oleh ulama Syafi'iyah dan Hanabilah, yang mungkin secara khusus berlaku untuk wanita (calon istri) tetapi secara umum, bisa kita ambil filosofisnya atau tema besarnya juga berlaku untuk kriteria laki-laki.

Pertama : Mempunyai pemahaman dan pengamalan agama yang baik


Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : Seorang wanita dinikahi karena empat hal : hartanya, nasab keluarganya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah yang baik agamanya, niscaya engkau akan beruntung" (HR Bukhori dan Muslim)

Ada sebuah anekdot yang unik dalam masalah ini, yaitu dalam pandangan ikhwan , semua akhwat yang komitmen dengan hijab dan aktif dalam dakwah berarti telah terwakili dari sisi agamanya. Maka kemudian mereka berpikir, " sekarang tinggal mencari sisi kecantikannya …". Ya, barangkali itulah sisi kecerdasan tersembunyi seorang ikhwan dalam berapologi tentang kecenderungan fisik.

By the way, tentu saja yang dimaksud kriteria 'agama' disini adalah mencakup hal-hal mendasar dalam pemahaman dan pengamalan keagamaan, plus akhlak dan kepribadiannya. Contoh sederhananya bisa dilihat dengan indikasi sebagai berikut :
1. Pemahaman : berhubungan dengan akidah tauhid (rukun iman yang enam) dan juga keyakinan tentang kewajiban agama secara umum (rukun islam). Menjauhi segala keyakinan dan amalan yang mendekat pada syirik dan bid'ah.
2. Pengamalan : untuk wanita memang bisa diidentikkan dengan komitmen dalam berhijab (jilbab). Secara umum tentu berkaitan dengan ibadah harian, seperti : sholat berjamaah dan tepat waktu, tilawah al-quran yang memadai, serta menghidupkan amalan sunnah lainnya.
3. Kepribadian : indikatornya bisa dilihat cari dia berinteraksi dengan lawan jenis, bagaimana cara seseorang dalam berdakwah dan berkomunikasi. Bagaimana kesabaran, optimisme, dan kesungguhan dalam menjalani aktifitasnya. Banyak hal yang bisa menjadi indikator di wilayah ini, meskipun -tentu saja- tidak semuanya harus menjadi ideal.
Secara khusus bagi pihak perempuan, syarat ketakwaan seorang laki-laki juga haruslah menjadi pertimbangan utama sebelum menerima atau menolak seseorang yang datang melamar.

Dari Abu Hatim ra, Rasulullah SAW bersabda : " Jika datang kepadamu seorang yang engkau ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia, jika engkau tidak melakukannya maka niscaya akan muncul fitnah di muka bumi ini dan kerusakan yang amat nyata "(HR Tirmidzi , ia berkata : hadits hasan gharib. Albani mengatakan : Hasan lighairihi)

Begitu pula disebutkan dalam riwayat, saat seseorang datang kepada Hasan bin Ali ra -cucu Rasulullah SAW- dan berkata : " Aku mempunyai seorang putri, menurutmu dengan siapa sebaiknya aku nikahkan dia ? ". Maka Hasan ra berkata : " Nikahkanlah putrimu dengan laki-laki yang bertakwa (takut kepada Allah), jika ia mencintai (putrimu) maka ia akan memuliakannya, dan jika sekalipun ia membenci (tidak suka) putrimu, ia tidak akan menyakitinya."

Kedua : Subur dan tidak Mandul ( Mempunyai kemampuan seksual dan reproduksi )
Diriwayatkan oleh Ma'qal bin yasar ra : Seseorang datang kepada Nabi SAW : Aku suka dengan seorang perempuan yang cantik dan dari keturunan terhormat, tetapi dia tidak subur (mandul), apakah aku boleh menikahinya ? ". Rasulullah SAW menjawab : "Tidak ". Kemudian orang tadi mendatangi beliau sekali lagi,dan Rasulullah SAW pun kembali melarangnya. Demikian berturut-turut hingga yang ketiga Rasulullah SAW mengatakan : " Nikahilah (wanita) yang romantis dan subur, karena sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya umat ini (di hari kiamat) " (HR Abu Daud, Hakim, An-Nasa'i. Albani mengatakan : Hasan Shohih)

Kriteria ini jarang sekali diperhatikan oleh mereka yang hendak menikah, bahkan nyaris meremehkan karena menganggap tidak terlalu urgen untuk jadi bahan pertimbangan. Memang sebelum menikah, dan di tahun-tahun awal pernikahan masalah 'kesuburan' tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan rumah tangga. Namun yang terjadi selanjutnya, ketika beberapa tahun tak kunjung datang tanda-tanda buah hati menyapa, maka mulailah jarak dan retak itu muncul. Penyikapan yang bijak dan elegan tentu diharapkan agar rumah tangga tidak tercerai berai karena alasan di atas.

Berbeda antara bahasan solusi dan preventif. Artinya jika sebelum menikah , kita lebih layak untuk membahas sisi preventif. Selagi masih banyak pilihan dan kemungkinan, hendaklah sisi ini juga layak untuk diperhatikan.


Apalagi, salah satu tujuan pernikahan juga untuk melanjutkan generasi-generasi dakwah, sekaligus melahirkan anak-anak shalih yang mendoakan kedua orangtuanya. Bahkan secara bercanda sering kita mendengar : salah satu bukti kita pernah ada di dunia ini adalah ; adanya keturunan kita ..

Lantas bagaimana mengetahui subur tidaknya seseorang ? Pada saat ini memang ada pemeriksaan yang khusus meneliti soal tersebut. Tapi apakah bijak jika kemudian sebuah pilihan telah dijatuhkan dengan khitbah, baru kemudian kita memaksa calon kita untuk memerikasakan dirinya di laborat untuk membuktikan satu kata yaitu kesuburan ? Lalu setelah hasil diterima dan menyatakan tidak subur, kita dengan enteng bisa mencabut 'lamaran' kita dengan alasan tersebut ? Saya yakin sepenuhnya itu bukan solusi elegan dan islami dalam menyikapi masalah subur dan tidak subur, sebagaimana saya juga yakin bahwa tidak mudah bagi seseorang yang telah 'jatuh cinta' untuk mencabut lamarannya begitu saja. Jadi pemeriksaan laborat dalam menentukan subur tidaknya seseorang, untuk saat ini rasanya belum 'recommended', kecuali jika ada kondisi-kondisi yang memang sangat membutuhkan itu.

Cara lain yang 'manual' mungkin dengan mengikuti track record sejarah keluarganya. Apakah itu ibu, bibi, nenek dan seterusnya. Apakah mereka memiliki keturunan yang banyak ataukah justru sebaliknya. Demikianlah para ulama kita menganjurkan agar seseorang bisa sedikit mengetahui subur tidaknya seseorang. Barangkali bahasan kedokteran lebih cocok ditampilkan dalam masalah ini.

Sampai disini bahasan kita pekan ini, insya Allah kita lanjutkan di pekan depan tentang kriteria-kriteria lainnya yang perlu dijadikan pertimbangan ikhwan dan akhwat sekalian dalam mencari teman yang sejati. Wallahu a'lam bisshowab.

Wassalamu'alaikum wr wb.
Ingin ngobrol dengan saya ? Follow saya di Twitter @hattasyamsuddin

5.Kelima : Memilih Kriteria Pasangan (Bagian Kedua)
Lanjutan dalam memilih kriteria, agar semakin mantap melangkah dalam mencari pasangan pernikahan. Pastikan yang terbaik bagi Anda adalah terbaik bagi keluarga dan agama.
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh …
Ikhwan dan akhwat fillah, semoga Allah SWT senantiasa mempermudah aktifitas kita dan memberkahinya. Mohon maaf karena kajian ahad pagi yang semestinya saya post kemarin sempat tertunda karena persiapan mengisi seminari RSI Surakarta.

Mari kita lanjutkan pembahasan kita sebelumnya, yaitu tentang kriteria teman sejati bagian dua. Setelah sebelumnya kita membahas tentang dua kriteria : Pemahaman dan Pengamalan Keagamaan serta syarat Kesuburan, maka yang berikutnya adalah :

Ketiga : Hendaknya menikah dengan Gadis Perawan.

Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata : Aku menikah kemudian aku datangi Rasulullah SAW , lalu beliau bertanya : “ Apakah engkau sudah menikah wahai Jabir ?” . Aku menjawab : “ Benar”. Belia bertanya kembali : “ Apakah dengan janda atau gadis ? “ .Maka aku menjawab : “ dengan seorang janda “ . Beliaupun berkata : “ Mengapa bukan seorang perawan hingga engkau bisa bermain dengannya dan ia pun bisa bermain2 dengan mu ? “ (HR Bukhori dan yg lainnya)

Kriteria di atas ini tentunya bukan sesuatu yang mutlak atau sebuah keharusan . Melainkan dianjurkan agar bisa menciptakan kondisi rumah tangga yang lebih dinamis dan romantis. Dalam prakteknya, istri2 Rasulullah SAW yang dinikahi dalam keadaan gadis pun hanya ibunda Aisyah ra. Mengapa gadis ? Rasulullah SAW memberikan alasan : agar engkau bisa bermain-main dengannya dan ia pun bisa bermain denganmu. Ini artinya, secara fitrah potensi seorang gadis lebih dekat pada anak-anak yang tulus , lugu dan ceria. Sehingga memungkinkan untuk dianjak bercanda dengan beragam rupa. Barangkali berbeda dengan janda yang lebih ‘serius’ melihat sebuah pernikahan. Tetapi sekali lagi, setiap orang bisa memiliki potensi untuk ceria dan kekanak-kanakan tanpa meliat usia dan status perawan atau jandanya. Wallahu a’lam.

Keempat : Hendaknya berasal dari keturunan yang baik dari sisi agama dan qonaahnnya.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : Seorang wanita dinikahi karena empat hal : hartanya, nasab keluarganya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah yang baik agamanya, niscaya engkau akan beruntung” (HR Bukhori dan Muslim)

Hadist di atas memang sebenarnya mewacanakan kriteria pasangan secara umum, dengan penekanan pada unsur agama sebagai prioritas utama. Tapi itu bukan berarti menafikkan kriteria lainnya, semisal : keturunan. Hendaknya kita melihat latar belakang keluarga pasangan kita, khususnya dalam masalah agama dan qonaahnya. Setidaknya menjadi pertimbangan tersendiri, karena bagaimanapun keluarga akan memberikan warna pada kepribadian seseorang.

Kelima : Hendaknya mempunyai wajah yang rupawan atau cantik.

Syarat wajah yang rupawan atau cantik tentu saja bukan syarat utama, apalagi kita juga sama-sama mengetahui bahwa untuk menilai cantik tidaknya seseorang sangat berbeda-beda. Jadi kriteria ini jangan sampai disalah artikan sebagai pelecehan perempuan karena hanya dinilai dari sisi fisik saja. Sejatinya mengapa dianjurkan memilih pasangan yang rupawan juga untuk kepentingan dan manfaat tertentu, yaitu agar lebih menjaga pandangan dan hati serta bertambah kecintaan. Karena itulah memang syariat kita menganjurkan untuk menikah, yaitu untuk menjaga pandangan.

Begitu pula dalam proses khitbah disyariatkan juga an-nadhor atau melihat pasangan, agar benar2 keputusan yang ada bukan sekedar keterpaksaan. Dalam hadits lain juga diisyaratkan hal yang senada tentang kecantikan pasangan : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW ditanya : “ perempuan bagaimanakah yang terbaik ? “. Beliau menjawab, “ yang membuatmu bahagia ketika engkau memandangnya …. “ (HR An-Nasa’i).

Meskipun demikian, jika kecantikan kemudian menjadi hal yang pertama dan utama dalam pilihan kita, maka sesungguhnya akan menyebabkan kerugian di hari-hari berikutnya. Dalam hadist lain disebutkan : “ Janganlah engkau menikahi wanita karena kecantikannya, karena bisa jadi itu akan menghancurkannya ( karena sombong dan ta’ajub) “ (HR Baihaqi)

Keenam : Hendaknya bukan dari kalangan kerabat dekat secara keturunan.

Meskipun dalam Islam dibolehkan kita menikah dengan kerabat dekat yang bukan mahram : semisal sepupu (anak paman/bibi), tapi kita dianjurkan untuk menikah dengan mereka yang jauh secara kekerabatan dengan kita. Hikmahnya tentu menjadi banyak , antara lain :
1- Memperluas persaudaraan dan ta’aruf antar suku atau daerah, sebagaimana tersirat dalam surat Al-Hujurot ayat 13
2- Menjauhkan dari kemungkinan “memutus tali persaudaraan “ , karena bisa terjadi pasangan dari kerabat dekat yang berselisih akan memperluas wilayah konflik menjadi pemutusan hubungan kekerabatan.
3- Menjauhkan dari keturunan yang lemah, sebagaimana dibuktikan dalam kedokteran genetika modern, dan telah disampaikan Rasulullah SAW sejak lama.

Wallahu a’lam bisshowab. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk memahami, mengamalkan dan menyebarkan kebaikan2 dalam pembahasan kita pagi ini. Jazakumullah atas perhatian dan sharenya. Wassalamu’alaikum wr wb.

6.Keenam : Seputar Kriteria Agama dan Penjelasannya
Kriteria Agama mutlak menjadi syarat pasangan idaman, namun perlu diperjelas apa saja yang termasuk dalam kategori kriteria Agama. Banyak yang salah menafsirkan, melebihkan dan sebagian justru meremehkan. Perlu disepakati beberapa hal terkait kriteria agama, agar tak banyak masalah saat akad telah tertunaikan.
Islam menuntun kita bagaimana cara memilih pasangan sejati dalam hidup kita. Salah satu kriteria yang harus dinomor satukan adalah : ad-diin, yaitu sisi agamanya.Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : Seorang wanita dinikahi karena empat hal : hartanya, nasab keluarganya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah yang baik agamanya, niscaya engkau akan beruntung" (HR Bukhori dan Muslim)

Sekedar selingan,. ada sebuah anekdot yang unik dalam masalah ini. Dalam pandangan ikhwan aktifis dakwah , semua akhwat yang komitmen dengan hijab dan aktif dalam dakwah berarti telah terwakili dari sisi agamanya. Maka kemudian mereka berpikir, " sekarang tinggal mencari sisi kecantikannya …". Ya, barangkali itulah sisi kecerdasan tersembunyi seorang ikhwan dalam berapologi tentang kecenderungan fisik.

By the way, tentu saja yang dimaksud kriteria 'agama' disini adalah mencakup hal-hal mendasar dalam pemahaman dan pengamalan keagamaan, plus akhlak dan kepribadiannya. Contoh sederhananya bisa dilihat dengan indikasi sebagai berikut :

1. Pemahaman : berhubungan dengan akidah tauhid (rukun iman yang enam) dan juga keyakinan tentang kewajiban agama secara umum (rukun islam). Menjauhi segala keyakinan dan amalan yang mendekat pada syirik dan bid'ah. Mereka tidak kenal dukun, sihir, paranormal, dan tidak tergoda untuk melakukan amal yang belum jelas dalil dan ketentuannya dalam syariat.

2. Pengamalan : untuk wanita memang bisa diidentikkan dengan komitmen dalam berhijab (jilbab). Secara umum tentu berkaitan dengan ibadah harian, seperti : sholat berjamaah dan tepat waktu, tilawah al-quran yang memadai, serta menghidupkan amalan sunnah lainnya. Banyak yang mencoba membantah kriteria ini dan mengatakan, bahwa nanti setelah menikah kan bisa diperbaiki. Tentu saja sebagai sebuah keinginan positif hal ini perlu kita hargai, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan setelah pernikahan terkadang begitu susah untuk mendakwahi istri sendiri. Bukankah sejarah Nabi Nuh dan Hud juga sudah terpampang begitu jelas dalam masalah ini ?

3. Kepribadian : indikatornya bisa dilihat cari dia berinteraksi dengan lawan jenis, bagaimana cara seseorang dalam berdakwah dan berkomunikasi. Bagaimana kesabaran, optimisme, dan kesungguhan dalam menjalani aktifitasnya. Banyak hal yang bisa menjadi indikator di wilayah ini, meskipun -tentu saja- tidak semuanya harus menjadi ideal.

Secara khusus bagi pihak perempuan, syarat ketakwaan seorang laki-laki juga haruslah menjadi pertimbangan utama sebelum menerima atau menolak seseorang yang datang melamar.

Dari Abu Hatim ra, Rasulullah SAW bersabda : " Jika datang kepadamu seorang yang engkau ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia, jika engkau tidak melakukannya maka niscaya akan muncul fitnah di muka bumi ini dan kerusakan yang amat nyata "(HR Tirmidzi , ia berkata : hadits hasan gharib. Albani mengatakan : Hasan lighairihi)

Begitu pula disebutkan dalam riwayat, saat seseorang datang kepada Hasan bin Ali ra -cucu Rasulullah SAW- dan berkata : " Aku mempunyai seorang putri, menurutmu dengan siapa sebaiknya aku nikahkan dia ? ". Maka Hasan ra berkata : " Nikahkanlah putrimu dengan laki-laki yang bertakwa (takut kepada Allah), jika ia mencintai (putrimu) maka ia akan memuliakannya, dan jika sekalipun ia membenci (tidak suka) putrimu, ia tidak akan menyakitinya."

Jadi, kriteria agama bukanlah sesederhana yang kita bayangkan, yaitu sekedar berjilbab, mengaji atau keturunan kyai misalnya. Tapi ada serangkaian hal yang perlu kita pertimbangkan kembali sebelum memilih atau menerima calon suami / istri . Yang terjadi selama ini memang selalu tidak ideal. Hati sudah tertambat erat baru mempertimbangkan kriteria, maka yang terjadi biasanya hanyalah permakluman-permakluman.Selamat mempertimbangkan dan salam optimis.
7.Ketujuh : Permasalahan Seputar Khitbah
Tunangan atau lamaran barangkali sudah membudaya. Dalam Islam khitbah lah yang menjadi sarananya, Bukan sekedar simbolik pengikat tukar cincin, namun sebagai bukti komitmen dan janji pernikahan seorang laki-laki kepada keluarga wanita. Pernak-pernik seputar khitbah begitu banyak, salah satunya adalah bagaimana kalau ada yang kedahuluan dilamar orang ?
Syariat Islam yang Indah menjaga hubungan ukhuwah antar saudara seiman, dari mulai hal yang sederhana, hingga hal yang sensitif seperti khitbah dan lamaran. Karenanya secara umum, dilarang seorang mengkhitbah perempuan yang sudah dikhitbah oleh saudaranya. Namun kenyataan di lapangan, hal ini sering dipahami begitu sempit sehingga akhirnya banyak orang yang terpaksa menerima kenyataan untuk melangsungkan ‘ pernikahan tanpa cinta’ atau juga ‘cinta tanpa pernikahan’.

Banyak yang sempat mempunyai kecenderungan dengan  seorang wanita, dan wanita itupun juga mempunyai kecenderungan yang sama.  Tapi kemudian laki-laki tersebut harus gigit jari kuat-kuat karena tiba-tiba wanita tersebut telah dikhitbah oleh orang lain entah dari mana. Maka ia pun tenggelam dalam penyesalan tanpa tahu harus berbuat apa-apa. Kasus semacam ini, ujung-ujungnya mungkin bisa berakibat perselingkuhan dan lain sebagainya.

Karenanya, tanpa tendensi apapun saya ingin menyarankan bahwa ‘harapan itu masih ada’. Masa depan cinta suci Anda tidak harus pupus begitu saja saat wanita yang Anda suka telah dikhitbah.  Namun semua tergantung keberanian Anda, beranikah Anda ikut turun ke gelanggang dengan ikut mengkhitbah si dia , sebagai bukti kesungguhan dan perjuangan Anda ?

Sungguh, tanpa bermaksud memprovokasi, sebenarnya ada beberapa kondisi yang memperbolehkan kita untuk mengkhitbah wanita yang mungkin telah di khitbah, dan bahasan ini  pun sudah banyak di bahas oleh para ulama . Kondisi tersebut antara lain:

Pertama : Khitbah yang pertama telah jelas di tolak, atau pihak lelaki jelas telah membatalkannya

Dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah saw bersabda:  Seorang mukmin adalah saudara mukmin lainnya. Maka tidak halal bagi seorang mukmin membeli barang telah dibeli saudaranya, dan mengkhitbah wanita yang sudah dikhitbah saudaranya, hingga laki-laki itu meninggalaknnya (HR Muslim).
Untuk kasus ini, berarti Anda memang bersikap cukup pasif dengan senantiasa menunggu-nunggu keputusan baik dari pihak keluarga perempuan, atau juga keseriusan laki-laki yang mengkhitbah.

Kedua : Laki-laki yang mengkhitbah tersebut mengijinkan dan memperbolehkan  Anda ikut mengkhitbah

Dari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi saw bersabda:Dan janganlah seorang laki-laki mengkhitbah (wanita) yang telah dikhitbah laki-laki lain hingga laki-laki yang mengkhitbah sebelumnya meninggalkannya atau diizinkan laki-laki itu (HR Muslim).

Dalam kasus ini mungkin Anda beruntung, karena laki-laki yang telah mengkhitbah tadi adalah seorang yang percaya diri dan gentle, mau bertanding satu lawan satu dengan Anda. Maka ia memperbolehkan Anda mengkhitbah wanita yang juga telah Anda khitbah. Memang jarang tipe model yang semacam ini, tapi bisa jadi anda termasuk yang beruntung saat hal ini terjadi pada Anda.

Bagi keluarga wanita, hal ini harus dipahami dengan baik agar tidak tergesa-gesa menolak khitbah Anda atau laki-laki yang datang kedua, sementara laki-laki pertama telah menyetujui. Tapi ingat, pastikan bahwa Anda dan laki-laki tersebut harus sama-samamempunyai perjanjian yang fair, bahwa ukhuwah tetap solid dan tidak akan terbelah apapun hasil yang akan diterima nantinya.

Ketiga :  Boleh, Jika Anda tahu pasti bahwa belum ada jawaban yang jelas dari pihak perempuan.

Dalam Syarh Sunan Tirmidzi, disebutkan ungkapan Imam Syafi’I : bahwa  Makna hadis : Dan janganlah seorang laki-laki mengkhitbah (wanita) yang telah dikhitbah “  bagi kami, maknanya adalah : jika seorang laki-laki mengkhitbah wanita dan wanita itu ridho (suka) dan cenderung kepadanya , maka tidak boleh seorang pun mengkhitbah wanita itu lagi. Tapi  (sebaliknya) selama belum diketahui  bahwa wanita itu menerima (khitbah) atau cenderung kepada laki-laki tadi, maka tidak mengapa mengkhitbah wanita tersebut.

Dalilnya pendapat imam Syafii di atas adalah hadits Nabi saw. Diriwayatkan oleh Fathimah binti Qais, ketika ia sudah selesai masa iddahnya, ia dikhitbah oleh dua orang, yakni Muawiyah bin Abu Sufyan dan Abu Jahm. Ketika hal itu disampaikan kepada Rasulullah saw, beliau kemudian bersabda: Tentang Abu Jahm, dia tidak meletakkan tongkatnya dari pundaknya (kiasan untuk menunjukkan sifat suka memukul), sedangkan Muawiyah sangat faqir, tidak punya harta. Nikahlah dengan Usamah bin Zaid (HR Muslim). Imam Syafi’I menambahkan : hadits di atas bagi kami, bahwa Fatimah belum memberikan jawaban yang jelas kepada salah satu dari keduanya.

Melengkapi riwayat diatas, mari kita cermati riwayat berikut ini, yang menunjukkan adanya dua khitbah karena belum ada kejelasan dari pihak keluarga perempuan. Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah  : Datang seorang laki-laki pada Rasulullah SAW dan berkata : Ya Rasulullah, kami mempunyai seorang anak gadis yatim yang dikhitbah oleh dua orang, yang satu miskin dan yang satu adalah orang kaya. Dia (anak gadis kami) cenderung (cinta) pada yang miskin, sementara kami lebih menyukai pada yang kaya. Maka Rasulullah bersabda : “ Tidak pernah terlihat (lebih menakjubkan) bagi dua orang yang saling mencintai seperti pernikahan “ (Kitab Al-Luma’ fi asbabil wurud hadits)

Dalam dua riwayat di atas, jelas-jelas ada dua khitbah, tetapi Rasulullah bukannya memarahi sang perempuan dan keluarganya, misalnya dengan kata-kata : mengapa menerima khitbah dua kali ? , tetapi beliau justru memberikan saran tentang pilihan yang semestinya di putuskan. Wallahu a'lam.

Akhirnya, sekali lagi saya mengingatkan bahwa hal-hal yang termaktub di atas jangan di salah gunakan, tetapi di jalankan dengan penuh niatan baik, tanpa tendensi syahwati, dan tetap dengan menjunjung tinggi nilai ukhuwah islamiyah.

Mengapa saya menuliskan ini, karena banyak hasil dari pemahaman yang salah dari larangan khitbah di atas, kemudian membuat banyaknya pernikahan dengan keterpaksaan, yang selanjutnya akan mengarah ke perselingkuhan dan sejenisnya. Naudzubillah
8.Kedelapan : Mempersiapkan Maskawin sesuai Syariat
Mahar atau maskawin terlalu sering diremehkan di negara kita ini. Hanya secarik rukuh dan sejadah maka dianggap telah cukup membahagiakan. Ini memang bukan soal salah atau benar, halal atau haram, tetapi perlu dihayati makna sebuah pemberian mahar tersebut, juga dilihat dari sisi budaya dan adat tiap daerah atau keluarga yang mungkin berbeda.
Setiap daerah mempunyai kebiasaan dan budaya yang berbeda. Kata-kata bijak dari khasanah budaya jawa mengabadikan kondisi tersebut dengan ungkapan : negoro mowo toto, deso mowo coro. Bahkan di dalam kajian ushul fikih, pertimbangan budaya atau adat juga termasuk menjadi salah satu metodologi pengambilan sebuah hukum. Ketika sebuah adat tidak bertentangan dengan syariat, maka bukanlah sebuah cela saat seorang muslim ikut meramaikan dan mensyiarkannya. Pada sisi ini, barangkali fenomena mudik, lebaran, dan halal bihalal nampaknya menjadi contoh yang gamblang tentang akomodasi syariat terhadap nilai-nilai budaya. Lebih menarik lagi di Minangkabau, antara adat dan syariat ternyata bersintesis dengan baik hingga menampilkan wajah : "Adat basandi syara', syara' basandi kitabullah", yang artinya adat bersendikan syariat (ajaran agama) dan syariat bersendikan kitab Allah SWT (Al Qur'an). Subhanallah
.

Begitu pula saat kita bicara pernikahan, pastilah akan membahas tentang budaya dan adat yang ada seputarnya. Ada adat yang menyalahi syariat, ada pula yang masih dalam koridor syariat. Tentu disini bukan tempat untuk membahas satu persatu adat dan budaya pernikahan yang menyalahi syariat. Saya hanya ingin sekedar berbagi tentang keunikan perbedaan budaya pernikahan antara masyarakat di Indonesia dan di Arab. Keduanya sama-sama mempunyai budaya yang unik seputar pernikahan, berbeda satu sama lainnya, bahkan saling bertentangan, tapi sama-sama dalam batas koridor syariat. Budaya yang unik tersebut diantaranya :

Budaya Mahar di Indonesia

Bagi masyarakat Indonesia secara umum, mahar tidak identik dengan sesuatu yang besar dan bernilai tinggi. Mereka cukup sederhana dalam menentukan besaran mahar, yang penting ada kenangan dan kesan yang mendalam bahkan setelah bertahun-tahun pernikahan. Pada sisi ini bolehlah kita menyebutnya sebagai sebuah hal yang romantis. Masyarakat kita memang menyukai simbol, karena mahar pun biasanya identik dengan simbol keagamaan atau kasih sayang. Biasanya seperangkat alat sholat, plus beberapa gram perhiasan. Ada juga yang bernilai besar, tapi tidak setara dengan kekayaannya, karena mereka menginginkan sebuah kenangan. Pernikahan artis yang kaya raya misalnya, ternyata besaran maharnya ‘tidak seberapa’ karena disesuaikan dengan tanggal pernikahan mereka yang hanya berderet 6 sampai 8 angka.

Dalam sebuah pernikahan, nampaknya mahar di Indonesia menjadi aksesoris pelengkap saja yang tidak banyak menyita pikiran orang. Pihak mempelai maupun orangtua biasanya lebih ‘heboh’ dalam membahas pesta pernikahan, prosesi, dan ritualnya daripada menyinggung soal mahar. Mungkin juga ini adalah bentuk aplikasi budaya ewuh pakewuh dan masih melekat dalam masyarakat kita. Keunikan lain juga, biasanya mahar hanya berupa hal-hal tertentu saja sebagaimana yang disebutkan di atas, tetapi selain itu terkadang mempelai laki-laki malah memberikan ‘hadiah tunangan’ yang jumlahnya jauh lebih besar dan berlipat-lipat dari mahar yang diberikan. Unik memang.

Budaya Mahar di Saudi

Lain di Indonesia, lain di masyarakat arab sana. Di negara tambang minyak itu sejak dulu kala sangat dikenal dengan mahalnya sebuah mahar menuju pernikahan. Budaya ini pun kemudian melahirkan kegelisahan dan persoalan di tengah masyarakat, karena banyaknya pemuda dan wanita yang tak kunjung menikah meski usia melewati kepala tiga dan empat. Hingga pemuda-pemuda Saudi saat ini berkampanye lewat internet mengajak untuk tidak menikahi perempuan Saudi. Hal itu diakibatkan semakin mahalnya mas kawin dan biaya resepsi pernikahan (Saudi Gazette, 11 Feb 09).

Lalu berapa besar sih mahar khas Arab itu ? Di Saudi misalnya, jika seorang pemuda mau menikahi gadis di sana, biasanya harus menyiapkan : mahar / mas kawin 40.000,- Real atau 90 Juta rupiah dan biaya pesta 15.000 Real atau 40 Juta. Itu belum syarat lainnya seperti : calon suami harus memilki rumah dengan furniture lengkap walaupun sewa, calon suami kalo bisa memliki mobil untuk transportasi walaupun yang jadul sekalipun. Nah, besar sekali bukan ? Jika mau dibandingkan dengan negara kita, kalau mahar itu cukup ‘rukuh dan sajadah’, maka di Arab bisa jadi maharnya adalah “ pabrik rukuh dan sajadahnya”.

Lalu bagaimana besaran mahar secara syariat ?

Mahar tidak lain adalah sebuah pemberian, karenanya bisa berbeda besarannya dan tidak pernah ditentukan kadarnya karena disebut besar tidaknya sangat bergantung dengan kemampuan finansial yang memberi. Karenanya para ulama bersepakat tidak ada batas maksimal dalam pemberian mahar. Ini dilandaskan pada firman Allah SWT : “sedang kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang banyak (qinthaar),” (QS Nisa 20). Pernah ada upaya Umar bin Khotob membatasi besaran mahar, tetapi ditentang dan dibatalkan karena bertentangan dengan ayat di atas. Jadi, nampaknya masyarakat Saudi mengoptimalkan mengambil peluang sisi ini, karena secara syariat tidak ada batas maksimal dalam mahar.

Namun, meskipun demikian, syariat tetap menganjurkan untuk mempermudah hal-hal yang berhubungan dengan mas kawin seperti yang tertera dalam sabda Rasulullah: “ "Sesungguhnya wanita yang paling banyak berkahnya adalah wanita yang paling sedikit/murah mas kawinnya."(HR Thobroni)

Adapun tentang batas minimal, maka memang ada perbedaan ulama seputar masalah ini, sebagai berikut :

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mas kawin minimal senilai 3 dirham ( ada juga riwayat : seperempat dinar). Mereka mengkiaskan (menyamakan) hal ini dengan wajibnya potong tangan bagi pencuri ketika barang curiannya bernilai seperempat dinar atau lebih.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa mas kawin paling sedikit 10 dirham atau satu dinar. Ini berlandaskan bahwa Nabi membayar mas kawin para isterinya tidak pernah kurang dari 10 dirham.

Catatan : jika dikonversikan ke rupiah, dimana 1 dinar adalah 4,25 gram emas 22 karat, maka batas minimal mahar versi Malikiyah adalah sekitar Rp 300.000,- dan Hanafiyah adalah 1 juta lebih sekian.

Sementara itu Ulama Syafi'iah (yang madzhabnya tersebar di Indonesia) dan Hanbaliyah berpendapat, tidak ada batas minimal, yang penting bahwa sesuatu itu bernilai atau berharga maka sah (layak) untuk dijadikan mas kawin (termasuk seperangkat alat salat). Mereka mendasarkan pendapatnya pada keumuman ayat Al-Quran : "Dan dihalalkan bagimu selain yang demikian, yaitu mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk dizinai" (Q.S. al-Nisa' : 24). Maka harta dalam ayat tersebut bersifat umum bisa besar dan kecil. Begitu pula ditambah dalil lain tentang bagaimana Rasulullah SAW menikahkan sahabat dengan hafalan quran bahkan dengan cincin besi.

Nah, barangkali karena Indonesia menganut madzhab syafii yang tidak mempunyai batas minimal mahar, maka sangat wajar jika kemudian kita lihat masyarakat kita pun tak begitu peduli dengan besaran mahar, apa adanya dan sewajarnya saja. Uniknya ini tidak berlaku di Saudi yang bermadzhab Hanbali, semestinya mereka tidak terlampau strict soal besaran mahar. Wallahu a’lam bisshowab .
Ingin ngobrol dengan saya ? Follow saya di Twitter @hattasyamsuddin
9.Kesembilan : Bagaimana Menyelenggarakan Resepsi Nikah
Resepsi pernikahan bisa dijadikan ajang pestra hura-hura yang memboroskan, bisa juga dibuat sebagai bentuk syukur yang penuh kesan dan kekhusyukan. Semua bergantung cara kita memahami dan mengkomunikasikannya kepada keluarga. Bekal tentang pernikahan Islami perlu diperhatikan sejak dini.
Pagi ini seperti biasa, setiap ahad pekan ketiga jadwal bulanan saya untuk mengisi pengajian IKADI di masjid agung kauman kabupaten Sragen. Kali ini saya mengambil tema tentang adab dan hukum seputar Walimah. Sengaja saya berbicara masalah walimah, karena secara umum hari-hari ini banyak dari kita yang menjalankannya, baik sebagai shohibul hajat (yang punya gawe) atau sebagai pihak yang diundang. Bahasan fiqh haruslah membumi, karenanya jangan sampai ketinggalan dan kehilangan momentum saat membahasnya di tengah masyarakat kita. Misalnya,jika lewat syawal kita masih bicara fiqh romadhon, maka tentulah yang mendengarkan akan menyimak dengan malas-malasan.

Pembahasan walimah berbeda dengan fiqh munakahat, karena yang dibahas pada sisi walimah hanyalah rangkaian acara teknis seputar akad pernikahan, secara khusus lagi yang berkaitan dengan jamuan dan perayaan yang melibatkan banyak tamu undangan. Syariat Islam yang indah menganjurkan kita menyelenggarakan walimah dengan banyak hikmahnya, begitu pula menganjurkan agar kita menghadiri setiap undangan walimah agar kebahagiaan shohibul hajah semakin sempurna, dan ukhuwah pun semakin membumbung tinggi ke langit sana.

Saya membagi bahasan seputar walimah dalam empat bab , masing-masing :
  1. Pengertian dan Hukum Walimah, baik penyelenggaraan atau kehadiran di dalamnya.
  2. Hikmah penyelenggaraan Walimah
  3. Adab menyelenggarakan Walimah
  4. Adab menghadiri Walimah
Setiap sisi dan bagian di atas mempunyai bahasan unik yang tersendiri, karena setiap daerah dan setiap tempat terkadang mempunyai budaya berbeda dalam penyelenggaraan walimah, di sinilah syariah menjadi wasit dana acuan bagi kita, agar keberkahan dan keindahan walimah semakin terjaga.

Yang selalu menarik adalah sesi pertanyaan, apalagi banyak yang ditanyakan adalah permasalahan menyumbang 'amplop' beserta isinya saat menghadiri pernikahan. Bagaimana pandangan syariat dalam masalah tersebut. Nah, bagi Anda yang tertarik untuk mengetahui lebih dalam seputar adab dan hukum walimah, atau ingin berbagi inspirasi dan motivasi kepada teman-teman yang lainnya. Silahkan download materi powerpointnya dengan mengklik link di bawah ini. Segala saran dan kritik senantiasa kami harapakan.

KLIK DISINI : Download Powerpoint Adab Walimah

salam optimis
Ingin ngobrol dengan saya ? Follow saya di Twitter @hattasyamsuddin
10.Kesepuluh : Menyiapkan Malam Pertama
Malam pertama perlu disiapkan sedemikian rupa. Baik dari sisi istri maupun suami. Ini bukan soal gairah semata, namun keindahan yang layak dikenang. Bisa berawal dari penataan ruangan dan penampilan, misalnya.
Saat malam pertama hampir menjelang, boleh jadi penampilan kita tampak menakjubkan . Boleh jadi penampilan dalam kita pun sudah terasa sangat meyakinkan. Boleh jadi pula, semua aroma yang keluar dari tubuh kita telah menandaskan semua arti keharuman. Tidak selintas pun bau tak sedap lewat menghadang. Boleh jadi semua itu telah kita miliki, namun sesungguhnya itu belum cukup.  Kita masih membutuhkan sebuah penataan kamar pengantin yang indah, elegan dan berkesan. Jika perlu, sebuah desain interior kamar pengantin yang bersejarah. Dihiasi pernik-pernik yang syar’I dan menghangatkan jiwa. Juga harum-haruman yang mengundang selera, pesona, bahkan gairah seksual kita.

Diantara sekian kelengkapan-kelengkapan kamar pengantin yang harus kita perhatikan, agar malam singkat ini berjalan nyaman dan berkesan, antara lain sebagai berikut :

Pertama : Pengharum ruangan yang elegan. 
Tidak terlalu semerbak tapi menghanyutkan. Bisa dipilih dari bunga-bunga wangi segar yang berkesan natural dan tahan lama. Atau bisa juga produk industri yang praktis dan tak kalah semerbak macam ragamnya. Wangi-wangian ini akan menutupi jika ada aroma-aroma tubuh yang tidak bisa ditangani lagi. Apalagi, jika nanti energi banyak terkuras, maka keringat akan banyak berloncatan keluar dan akhirnya membaui sprei, ranjang, juga pakaian.
Rasulullah bersabda, “ Yang sangat aku cintai dari duniamu, adalah istri dan haruman. Dan dijadikan shalat sebagai penyejuk mataku  (HR Hakim)

Kedua : Pencahayaan yang cukup. 
Tidak terlalu terang yang bisa mengundang rasa malu karena terlihat begitu vulgar saat berhubungan badan. Tidak pula terlalu suram atau bahkan tanpa cahaya sama sekali, hingga menyulitkan fase eksplorasi, juga mengurangi gairah masing-masing suami istri. Apalagi bagi laki-laki, rasa-rasanya lebih semangat jika bisa melihat dengan jelas semua yang dahulu haram baginya untuk dilihat. Laki-laki mudah terangsang dengan melihat, sedangkan perempuan dengan mencium atau membaui. Tentang kecenderungan unik ini, Rasulullah saw jauh-jauh hari telah mengisyaratkan : Ketahuilah bahwa wewangian laki-laki itu ada baunya tetapi tidak ada warnanya, dan ingatlah bahwa wewangian wanita itu yang ada warnanya tetapi tidak ada baunya. “ (HR Tirmidzi)

Lebih dari itu, pencahayaan yang kurang juga akan memunculkan kesan ruangan yang lembab, dan kadang-kadang penuh misteri. Ini akan mudah memainkan emosi sang penghuni. Ruangan redup, mampu membuat semangat hidup penghuninya redup pula. Nyaris tanpa gairah.
Ada pencahayaan lain yang alami, yaitu dengan sinar matahari. Ini merupakan sesuatu yang tidak bias diremehkan begitu saja. Sinar mentari yang masuk dalam kamar kita, selain menyehatkan, menghangatkan, juga bisa menjadi pertanda bagi suami istri bahwa hari telah begitu siang, saatnya bangun dan beraktifitas. Maklumlah, pengantin baru.

Ketiga : Pergantian udara yang nyaman. 
Ini berarti harus memenuhi syarat kesehatan sebuah ruangan ; ada jendela atau ventilasi udara. Jika celah udara terlalu sempit, maka akan terasa panas. Produksi keringat bertambah banyak, emosi juga cepat tersulut. Belum lagi jika ada aroma-aroma baru yang belum pernah ditemui sebelum ini. Namun sebaliknya, jika celah udara terlalu lebar angin akan masuk berhamburan, dan suasana menjadi terlalu dingin. Ini memang menyenangkan bagi para pasangan baru. Tapi ceritanya akan lain jika mengakibatkan masuk angin.  Sejatinya semua urusan yang terbaik adalah yang wajar dan pertengahan.

Meski demikian, jika ruangan kita lebih luas, memang akan tercapai kenyamanan yang berlebih pula. Hal ini diakui oleh teladan kita saw. Dari Nafi' bin Harits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : sebagian dari  kebahagiaan seorang muslim di dunia :, tetangga yang baik, tempat tinggal yang luas,  dan kendaraan yang nyaman “(HR Hakim)

Untuk sirkulasi udara yang lebih terjamin, kita bisa menggunakan kipas angin, saringan udara atau juga Air Conditioner. Selain kita memperoleh kenyamanan, alat-alat tersebut dapat menghasilkan suara yang membuat para suami istri tidak ragu dan malu-malu lagi dalam memulai aktivitas malam pertamanya.

Keempat : Kebersihan yang terjamin. 
Kebersihan adalah bagian dari cabang keimanan seseorang. Kamar bersih memang bukan sekedar yang terawat secara rutin, baik dengan pel harian ataupun sekedar sapu dua kali sehari. Kamar bersih tidak mengundang dan mengandung komunitas pengganggu kenyamanan seperti lalat, nyamuk dan kecoa, dan juga sampah-sampah misalnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : “ Bersihkanlah teras dan halaman rumah kalian, jangan menyerupai orang-orang Yahudi yang biasa menyimpan akba (sampah) di rumah-rumah mereka.” ( Musnad Al-Bazzar )

Kelima : Desain interior yang mendukung mesra. 
Selain yang sudah pasti harus ada seperti ranjang, almari pakaian, dan kaca hias, bisa juga Anda menambahkan pernik-pernik lainnya yang mendukung mesra. Sebut saja contohnya : vas bunga yang semerbak mewangi, lukisan pemandangan alam yang menyentuh hati, kain gorden dengan warna kesukaan yang romantis. Atau apapun saja, yang bisa memanjakan mata kita, menyamankan raga dan menghangatkan jiwa.  Jangan lupa, singkirkan juga hal-hal yang bisa merusak ketenangan Anda malam ini. Contoh sederhananya : matikan handphone atau pesawat telpon Anda !

Alhamdulillah, beberapa persiapan menyambut malam pertama telah kita lalui. Selanjutnya, bersiaplah untuk fase berikutnya yang sangat menentukan, juga menegangkan. Uniknya, fase ini juga menjanjikan berjuta keindahan. Subhanallah.
Ingin ngobrol dengan saya ? Follow saya di Twitter @hattasyamsuddin
11.Kesebelas : Misteri Keperawanan di Malam Pertama
Malam pertama bagi sebagian orang menjadi momok yang menakutkan. Tuntutan akan keluarnya darah justru membebani banyak wanita. Bagaimana cara islam memandang hal yang sensitif ini ?
Seorang teman di FB bertanya tentang kegelisahannya seputar rencana pernikahannya. Ia menuliskan dalam messagenya :

PERTANYAAN

Assalamuallaikum ustadz,
Mohon maaf sebelumnya, saya ingin memohon pendapat atas permasalahan saya yang baru saja muncul.
Saya saat ini sedang berhubungan dengan seorang wanita di tempat kerja saya, dia adalah sosok wanita yang secara fisik sempurna.
Dan memang pada awalnya saya niatkan utk secepatnya menikah dengannya untuk menghindari zinah dan fitnah.
Tetapi kemarin, saya baru saja mengetahui darinya bahwa dia tidak lagi perawan. Memang terakhir dia berpacaran dengan seorang pria selama 9 tahun.

Saya jadi hilang arah, entah apa yang harus saya lakukan. Bagaimanapun keperawanan adalah hal yang penting bagi saya.
Dan memang, wanita itu sekarang menyesali atas apa yang telah dia lakukan dulu.

Entah apa yang direncanakan Allah. Saya jg bukanlah seorang muslim yang selalu taat kepada-Nya. Tetapi saya selalu berusaha menjadi lebih baik.
Salah satu langkah saya adalah untuk sesegera mungkin menikah agar terhindar dari pergaulan bebas. Tetapi sekarang muncul keraguan dalam hati.

Saya masih menyayanginya, tetapi saya selalu teringat akan dirinya yang sudah tidak lagi perawan.
Jujur, saya jg munafik, banyak perbuatan mendekati zinah yang telah saya lakukan, tetapi tidak pernah mencapai mengambil keperawanan wanita yang menjadi pacar saya.

Mohon pendapatnya atas hal ini, ustadz, saya tidak tahu harus bicara kepada siapa.


Terima kasih.Wassalam.


JAWABAN :

Wa'alaikum salam warohmatullah. Anda bertanya tentang pentingnya arti keperawanan dalam sebuah pernikahan. Untuk menjawabnya, saya teringat dengan satu bahasan yang pernah saya tulis dalam buku Inspiring Romance, yaitu : " Sekalipun tidak ada Darah yang Menetes ". Semoga bermanfaat.

BAHKAN SEKALIPUN TAK ADA DARAH MENETES

Ada malam pertama yang seharusnya terindah dalam hidup berubah menjadi neraka dan ladang pembantaian harkat dan martabat suami istri. Sebab yang paling banyak adalah karena tak ada sedikitpun darah yang menetes dari kemaluan mempelai perempuan. Kesimpulan singkatnya, pengantin perempuan tidak perawan lagi dan bukan orang baik-baik. Pengantin pria pun merasa ditipu dan dikhianati. Akibatnya terkadang cerai ditempat. Ada pula yang berubah menjadi bom waktu yang setiap saat bisa meledak dalam kehidupan rumah tangga itu. Lebih jauh lagi, pernah terdengar ada yang sampai menyakiti dan membunuh istri di malam pertamanya, karena terlalu besar harapan dan kekecewan yang dijumpainya.Naudzubillahi min dzalik. Sungguh sebesar inikah arti setetes darah ?
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran “ (QS An-Najm 28)

Semua hal ini bersumber dari satu hal : nilai agung keperawanan. Masyarakat timur masih tinggi menjunjung nilai ini. Seorang pengantin tidak perawan bagi mereka adalah aib besar keluarga. Di lain tempat, saya pernah membaca sebuah tradisi unik, saat pengantin pria membawa pasangannya ke kamar pengantin, berduyun-duyun serombongan orang menunggu tepat dihadapan pintu kamar tersebut. Sesaat setelahnya, pengantin pria keluar dengan membawa sehelai kain yang ada bercak darahnya lalu memperlihatkannya pada mereka yang menunggu di luar. Setelah melihat darah itu, mereka pun merasa puas dan bergembira. Merayakannya dengan pesta ‘keperawanan’ dan meninggalkan kamar pengantin dengan segera. Lihat, betapa tinggi sebuah keperawanan, hingga masyarakat pun ikut ambil bagian dalam proses penilaiannya.

Adapun masyarakat barat, sebagian besar tak lagi menuntut keperawanan saat menikah. Itu tidak lagi menjadi sebuah hal yang agung. Para orang tua tidak lagi berpesan pada anak gadisnya saat keluar rumah untuk hati-hati dalam bergaul. Mereka cukup cerdas dan visioner dengan memberikan sejumlah kondom sebagai bekalnya diluar rumah. Asalkan tidak hamil, asalkan suka sama suka maka lelaki manapun sah-sah saja menikmati tubuh anak gadisnya. Naudzubillahi min dzalik.

Lalu bagaimana dengan kita ? Menjawab ini semua butuh hati bijak dan rasio mendalam. Permasalahannya tidak sekedar ada tidaknya darah yang keluar. Pandangan banyak orang terlalu cepat menyimpulkan bahwa tidak ada darah, berarti tidak perawan. Tidak perawan disimpulkan bukan gadis baik-baik. Apalagi jika tidak dikomunikasikan hal itu sebelumnya, sang suami menyimpulkan ada penipuan terencana, merasa dikhianati, kecewa, dan lain sebagainya.

Setidaknya ada empat sikap dan pemahaman yang harus kita tahu, pahami, dan jalani dalam menyikapi berbagai permasalahan yang menyangkut ada tidaknya darah yang keluar di malam pertama. Namun sebelumnya, harus ada keinginan luhur untuk menjaga keindahan dan kemesraan malam pertama. Apapun yang terjadi. Bahkan sekalipun tak ada setetes darahpun yang keluar.

a. Intropeksi diri, Mengkaji Ulang cara memilih Anda.

Allah SWT berfirman : “ Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula) dan wanita baik-baik untuk laki-laki baik, dan laki-laki baik-baik untuk wanita baik-baik(pula) “ (QS An-Nur : 26 )
Ada sebuah isyarat yang diungkapkan ayat diatas, bahwa pada umumnya setiap orang mempunyai kecenderungan yang sama dengan pasangannya. Ini sama sekali terlepas dari pembahasan fikih bab syarat sekufu’ dalam memilih jodoh.Ini masalah kecenderungan yang berhubungan dengan hobbi, kebiasaan, karakter, kesukaan, teman dan lingkungan, dan sebagainya. Isyarat yang senada juga ada dalam hadits : “ Jiwa-jiwa itu bagaikan pasukan yang dibariskan, yang saling senang akan bertemu dan yang saling benci tidak akan bertemu “ ( HR Muslim (2638) dari Abu Hurairah ). Hadits tersebut adalah komentar Rasulullah saw, saat mendapati seorang wanita Mekkah yang gemar bercanda lalu hijrah ke Madinah dan bertemu akrab dengan wanita Madinah yang juga suka bercanda !

Maka, pada umumnya karakter kita tidak akan jauh-jauh berbeda dengan pasangan kita. Saya beberapa kali mengomentari saat ada seorang ikhwah mengeluh tentang proses pernikahan aktifis dakwah yang berawal dari sebuah imel, chatting, atau bahkan sms, dan mengabaikan ‘jalur’ konsultatif dengan para murobbinya. Saya mengatakan padanya, dengan berlandaskan ayat di atas ; bahwa akhwat yang gemar chatting wajar jika mendapat ikhwan yang gemar chatting pula. Mereka yang suka berbalas sms wajar jika mendapat pasangan mereka yang suka berbalas sms juga. Ini artinya apa ?

Dalam konteks tidak ada darah pada malam pertama, sungguh ini adalah sebuah konsekuensi dari pilihan kita jauh-jauh hari sebelumnya. Ketika kita berproses, ada jeda yang cukup untuk menimbang ulang dan mencari data tambahan sebagai bahan pertimbangan. Kita pun sadar sepenuhnya, bahwa prioritas kriteria pasangan kita adalah agamanya bukan ? Terlebih, setelah pilihan itu terlegitimasi secara penuh dengan keyakinan kita usai sholat istikhoroh. Kemudian setelah semua fase dan pertimbangan kita lampui, hati kita teguh menyatakan bahwa dia pilihan kita, maka sesungguhnya pada saat yang sama kita telah berikrar untuk siap konsekuen, menerima, dan bertanggung jawab atas hal-hal yang kita temui pada pasangan kita di kemudian hari.

Tidak sedikit mereka yang mengetahui persis bagaimana keadaan pasangannya jauh sebelum mereka menikah. Dari yang terkenal playboy gonta-ganti pacar, mantan pemakai narkoba, generasi hura-hura, hingga mereka yang alim, santun, dan mengenal dakwah sejak masih berpakaian OSIS. Bukankah semua itu telah menjadi pertimbangan jauh-jauh hari sebelum akad ditunaikan ? Maka pertanyaan selanjutnya adalah : Setelah semua pertimbangan dan keyakinan kita bahwa pilihan kita tidaklah salah, baik dari segi aqidah, akhlak, ibadah, kepribadian, dan pemahaman agamanya, maka apalah artinya ada tidaknya setetes darah di malam pengantin ini ?

b. Mengetahui Sejarah Darah, Tidak lekas berburuk sangka

Allah SWT berfirman : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (QS Al-Hujurat : 12)

Memang tidak mudah membiaskan prasangka buruk menjadi sebuah permakluman. Sementara banyak orang menyatakan bahwa tidak ada darah, berarti istri kita mempunyai masa lalu yang kelam. Naudzubillah. Untuk menghindari segala persangkaan yang tak perlu, apalagi jika berakibat kontak fisik hingga perceraian, ada baiknya kita mengetahui ‘sejarah’ ada tidaknya darah di malam pertama.

Sejarah munculnya darah tersebut adalah robeknya hymen (selaput dara), yaitu kulit tipis yang terletak menutupi sebagian besar muara / mulut vagina. Bentuknya setengah lingkaran dan ada lubang kecil untuk mengalirkan darah haidh dan sekresi. Kebanyakan hymen ini memang robek dan berdarah saat terjadi persenggamaan perdana, entah di malam pertama atau malam-malam sebelumnya, dalam kasus perzinaaan atau perkosaan misalnya.Namun tidak menutup kemungkinan tidak ada darah sedikitpun yang keluar saat senggama, karena disebabkan kondisi selaput dara yang beragam. Ada selaput dara yang elastis atau lentur sehingga tidak robek saat senggama ; Ada selaput dara yang berlobang besar hingga tidak robek saat dilalui oleh penis; Ada pula yang memang sudah robek saat kecil karena kecelakaan atau berolahraga.

Nah, begitu banyak kemungkinan yang seharusnya bisa menghindarkan kita dari rasa was-was dan curiga karena tidak ada darah di malam pertama. Ketika kita tahu persis siapa pasangan kita dan bagaimana sebagian sejarah hidupnya, maka adalah tidak layak jika tiba-tiba kita berbalik 180 derajat dan menuduhnya yang bukan-bukan, hanya saat kita melihat tak ada darah di malam pertama.

Kalau ingin sekedar melihat darah di malam pertama, maka kedokteran modern saat ini telah menemukan operasi untuk membuat selaput dara palsu. Sehingga mantan (maaf) pelacur sekalipun akan terlihat bak gadis perawan saat malam pertama pernikahannya. Anda mau yang seperti itu ? Naudzubillah

c. Taubat : Anti Virus Masa Lalu yang paling canggih

Bahkan sekalipun ada bibir mungil yang menangis penuh iba malam itu. Menyatakan bahwa ada kejadian kelam di masa lalu telah merenggut keperawanannya. Sang suami pun tidak bisa serta merta memvonisnya dengan cerai, atau ‘sekedar’ menghujaninya dengan kalimat-kalimat yang membantai. Bisa jadi kejadian kelam itu adalah perkosaan dengan segala modus operandinya. Bisa jadi pula memang atas dasar suka sama suka, saat hati belum sepenuhnya sadar akan sebuah dosa.

Untuk kasus pertama, maka sungguh mulia dan sungguh besar jiwa Anda jika mampu memakluminya. Andalah ‘sang dewa penolong’ yang diharapkan meneguhkan hati dan perasaannya yang gundah selama ini. Mungkin juga ia memilih Anda karena yakin bahwa Anda adalah seorang bijak yang berhati mulia. Benar-benar sebuah ‘pakaian’ yang berfungsi untuk menutupi, melindungi dan menghangati. Insya Allah semua berpahala.

Namun jika atas dasar suka sama suka, maka pastikan dan yakinilah bahwa hanya taubat yang tersisa pada dirinya. Tidak ada cinta dan gairah masa kelam yang masih ada. Hanya taubat dan sungguh taubat nasukha itu menghapuskan setiap kejahatan betapapun besarnya. Tidak sekali-sekali kita meremehkan sebuah taubat yang sungguh-sungguh ketulusannya. Ingat saja kemarahan Rasulullah saw saat Khalid bin Walid mencerca wanita Ghamidiyah yang tengah dirajam karena berzina. Rasulullah saw menyatakan : “ Tenanglah wahai Khalid. Demi jiwaku yang berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya perempuan ini telah bertobat dengan tobat yang apabila dilakukan oleh seorang penarik pajak secara kejam, niscaya dia akan diampuni “ ( HR Muslim V/120 ).

Di lain wakru, masih pada kasus perzinaan, kali ini dilakukan oleh seorang wanita Juhainah. Setelah tewas dirajam, Rasulullah saw pun menyalati wanita tersebut, hingga Umar bin Khattab ra heran dan bertanya : “Apakah engkau menyalatinya ya Nabiyyullah. Padahal dia telah berbuat zina ? “. Nabi saw menjawab, “ Sesungguhnya dia telah bertobat dengan sungguh-sungguh. Seandainya tobat wanita ini dibagi-bagikan kepada tujuh puluh orang penduduk Madinah, maka hal itu masih cukup “ ( HR Muslim V/120)

Meski demikian agungnya sebuah taubat di sisi Allah, namun di sisi seorang laki-laki terkadang lain kesannya. Sungguh berat menerima hal ini. Sebagai laki-laki ada gengsi yang tinggi ketika menerima kenyataan istrinya pernah berbuat keji dengan laki-laki lain. Jangankan keperawanan fisik yang telah direnggut, sebagian laki-laki ada pula yang tidak mau menerima istri yang pernah mencintai orang lain. Salah satu contoh tipe laki-laki tersebut adalah As-Syahid Sayyid Quthb. Beliau menolak menikahi seorang wanita yang lama dicintainya secara tulus, hanya karena wanita tersebut pernah berkenalan dan dipinang oleh laki-laki lain. Keperawanan hati, demikian beliau mengistilahkannya dalam karya sastra romantis yang bertutur tentang kisah nyata cinta sejatinya, jauh sebelum mengenal dunia dakwah dan pergerakan.


Akhirnya, semua telah terjadi. Pastikan bahwa tidak ada lagi cinta jahiliyah yang terpendam. Pastikan bahwa hanya taubat yang tersisa. Kemudian berusahalah untuk menerima istri Anda apa adanya. Membimbingnya dengan sepenuh keyakinan, bahwa taubat adalah software anti virus masa lalu yang paling canggih dan selalu up to date.

Jika belum mampu, maka tunggulah sejenak barang sepekan dua pekan. Tak perlu ada banyak perdebatan atau pertengkaran fisik terjadi. Hingga kita yakin sepenuhnya bahwa tidak ada emosi dan nafsu yang berbicara. Keputusan yang terbaik dan barakah, insya Allah kan menjelang.

d. Meneguhkan bukan Meruntuhkan Mesra

Ada kalanya tak ada darah di malam pertama, dan sang istri pun tak tau apa sebabnya. Namun yang berkecamuk hebat dalam pikirannya, sang suami meragukan keperawanannya. Maka hatinya pun serasa hancur terjerembab. Percaya diri yang sedari tadi ditatanya runtuh tak terkira. Tiba-tiba wanita tersebut menjadi sang tertuduh. Ia sangat heran mengapa tak ada sedikitpun darah yang menetes. Padahal kondisinya serupa persis dengan apa yang dikatakan Maryam as kepada Jibril As : Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku, dan aku bukan (pula) seorang pezina “ ( QS Maryam 20 )

Terkadang ini menjadi hal yang begitu mengerikan bagi para wanita. Mereka yang sejak lama menunggu malam pengantin untuk mempersembahkan darah perawannya pada sang suami tercinta, tiba-tiba harapan mulia ini pupus begitu saja. Tidak ada darah yang keluar, dan ia merasa wajah suaminya berubah begitu menyeramkan. Hatinya menangis teriris-iris dan berkata-kata lirih, sebagaimana kondisi Maryam saat merasa takut akan tuduhan kaumnya : “ Aduhai, alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti dan terlupakan (oleh manusia) “ (QS Maryam 23)

Wahai para suami, jika menemukan kondisi seperti ini, saatnya untuk meneguhkan mesra. Bukan meruntuhkannya. Saat ini sangat menentukan baginya. Ada kata-kata bijak yang ditunggunya dari Anda. Katakan sejujurnya, bahwa setetes darah bukanlah hal yang besar bagi Anda. Katakan pula, bahwa banyak hal dan kondisi yang mungkin menyebabkan tidak tumpahnya darah sama sekali. Katakan apa saja yang meninggikan hatinya, hingga rasa percaya dirinya tumbuh kembali. Hingga ia merasa bahwa Anda sama sekali tak terpengaruh dengan peristiwa aneh yang baru saja terjadi. Saatnya meneguhkan mesra, bukan meruntuhkannya.

Bagaimana jika saya usul, katakan saja kepada istri Anda saat ia tengah bersedih dengan kenyataan unik tersebut : " Dinda, kok nggak ada darah yang keluar ya... kita coba lagi yuk ! ".
Ingin ngobrol dengan saya ? Follow saya di Twitter @hattasyamsuddin
12.Keduabelas : Download Materi Kajian Pra Nikah (Powerpoint)
Materi Training Pra Nikah yang cukup lengkap dan komprehensif kami sajikan bagi mereka yang siap berbagi dan memotivasi para bujangan agar segera menikah.
Ditengah kesibukan dunia nyata selama Ramadhan 1431, mohon maaf karena belum bisa memenuhi komitmen untuk membuat postingan satu materi kultum setiap harinya. Insya Allah tetap diusahakan, karena materi tentang ramadhan memang begitu banyak dan menarik. Tapi terkadang kita hanya bisa sebatas menyampaikannya secara lisan, untuk menuliskan ternyata membutuhkan waktu yang khusus. Inilah yang saya alami hari-hari ini, mengisi banyak kajian tentang Ramadhan, tetapi lupa atau belum sempat menuliskannya untuk sharing dengan pembaca blog Indonesia Optimis ini.

Ditengah semua ini pula, ada seorang sahabat yang berkomentar menagih file powerpoint seputar Pra Nikah yang sebelumnya saya janjikan saat saya mengisi Talk SHow Pra Nikah di Pameran Buku Goro Assalam Surakarta awal agustus kemarin. Memang biasanya seputar mengisi acara, jika ada yang berminat 'meminang' materi saya untuk disimpan di flash disk, saya sarankan untuk mengunduhnya di blog saja. Tentu saja langkah ini cukup jitu untuk promosi blog, selain itu juga untuk efektitas. Bayangkan kalau ada sepuluhan flash disk yang menanti untuk ditusukkan ke laptop saya, mungkin perlu waktu khusus untuk itu. Belum lagi resiko ketularan virus yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan software anti virusnya.

Nah, bagi Anda sahabat blog Indonesia Optimis, yang belum nikah dan merindukan pernikahan yang Islami. Atau Anda para ustadz dan trainer yang kerap mengisi seputar tema di atas, kami persembahkan presentasi sederhana kami untuk pembelajaran generasi muda seputar pernikahan Islami. Sebagaimana biasa, agar file menjadi ringan kami kirimkan kepada Anda dalam bentuk handout sederhana tanpa gambar dan audio. Jika Anda dan sahabat membutuhkan file yang lengkap dengan gambar, tata suara plus game-game yang menarik, maka saatnya Anda mempertimbangkan untuk mengundang saya secara langsung dalam acara Anda ... (promo : mode on)


Semoga bermanfaat dan silahkan download materi PELATIHAN PRA NIKAH dengan
mengklik tombol di bawah ini :


http://www.4shared.com/document/Bx8pFmSc/Training_Pra_Nikah_-_Handout.html


Ingin ngobrol dengan saya ? Follow saya di Twitter @hattasyamsuddin
Semoga bermanfaat dan salam optimis.
www.indonesiaoptimis.com

4 komentar:

  1. Ijin materi ini sebagai bahan kajian....
    syukron

    BalasHapus
  2. Assalamu'alaikum, Izin share ustadz.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikumussalam wr wb. Tafadhol akhi..baarokallohufiik...

      Hapus