Selasa, 29 April 2014

Enam Hal yang Merusak Amal



 Ust. Enjang Jamhuri, M.Pd.

darussalam-online.com › Khutbah Jumat‎ 
Hadirin maa’syiral muslimin Rahimakumullahu
Dalam kehidupan yang sangat fana ini, pada satu sisi manusia memiliki kewajiban untuk menghambakan dirinya kepada Allah Ta’ala, namun disisi yang lain manusia juga harus mempunyai kecerdasan untuk senantiasa menjaga, memelihara setiap amal yang senantiasa ia laksanakan, baik yang sudah ia torehkan ataupun yang sedang ia kerjakan. Jika dua hal ini sejalan, seiring, seirama, insya Allah do’a yang senantiasa kita panjatkan kepada Allah Azza Wajalla “Rabbana Aaatina Fid Dunya Hasanah wa fil Aakhirati Hasanah Wa Qina ‘Adzabannar,”  akan didengar dan dikabulkan Allah Ta’ala, jika keseimbangan antara investasi amal dan menjaga amal kita jalankan sebaik mungkin.
Allah Ta’ala menyatakan berulang kali dalam alquranul karim bahwa dunia ini hanyalah permainan, tipu daya dan senda gurau, jika seseorang telah tertipu oleh indahnya dunia maka ia akan nista di hari kemudian.
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرّاً ثُمَّ يَكُونُ حُطَاماً وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (الحديد: 20)
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al Hadid: 20)
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berwasiat kepada kita,
ستة أشياء تحبط الأعمال: الاشتغال بعيوب الخلق، وقسوة القلب، وحب الدنيا، وقلة الحياء، وطول الأمل، وظالم لا ينتهي ( رواه عدي بن حاتم الطائي ، نقله الألباني في السلسلة الضعيفة وحكم عنه بأنه : موضوع)
“Ada 6 perkara yang bisa menggugurkan amalan; sibuk mencari aib manusia, kerasnya hati, cinta dunia, sedikit malu, panjang angan-angan, dan kezaliman yang tiada habisnya… “
Pertama, Sibuk dengan aib orang lain.
Mereka adalah manusia yang tidak pandai menjaga lesannya, manusia yang dalam hidupnya disibukkan dengan mencari aib orang lain, seperti ghibah, namimah (adu domba). Ini merupakan penyakit rohani yang kelihatannya sepele dan kecil, namun dampaknya bisa menghancurkan seluruh rangkaian amal yang telah kita investasikan selama hidup ini. Pantaslah jika ada ibarat “beruntunglah orang yang disibukkan dengan aibnya sehingga menjaga lesannya daripada mencari aib orang lain untuk menggunjing atau mengadu domba kepada sesamanya. Mencari aib orang lain, tentu mempunyai tujuan yang sangat negative, ingin menghancurkan nama baik dan sebagainya. Hal ini jelas merupakan perilaku yang mengikis habis amal ibadah seseorang.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berwasiat kepada kita,
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Dari Abu Musa dia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling mengokohkan.” (HR. Muslim)
Rasulullah juga bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَ اشْتَكَى مِنْهُ عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum mukmin dalam kasih sayang dan belas kasih serta cinta adalah seperti satu tubuh. Jika satu bagian anggota tubuh sakit maka akan merasa sakit seluruh tubuh dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua hadits di atas melukiskan gambaran ideal umat Islam. Karena sesama muslim adalah saudara, maka ketika diantara kita melihat aib saudaranya, maka fungsi dan tugasnya bukanlah membeberkan, mencela ataupun menggunjingnya tetapi fungsi dan tugas kita adalah harus menutupi aib saudara kita. Karena insya Allah, jika di dunia kita pandai menutupi aib saudara kita, Allah pun akan menutupi aib kita. Orang lain menyanjung dan memuji kita, karena orang lain tidak tahu aib dan kekurangan kita. Siapa yang mengetahui aib kita? Hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya masing-masing aib dan kekurangan kita karena Ia menutupi aib tersebut.
Kedua, Kerasnya hati
14 Abad silam, Islam turun di semenanjung Arabia yang terkenal dengan masyarakat yang gemar mabuk, judi dan zina. Sebagian besar diantara mereka punya karakter hati yang keras. Karenanya Allah Ta’ala mengharamkan khamr dengan 3 proses tahapan.
Pertama dengan firman Allah:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
“Mereka bertanya kepadamu tentang (meminum) khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia,” tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (Al-Baqarah: 219)
Ayat ini turun pada masa permulaan Islam, di mana iman Kaum Muslimin belumlah begitu kuat untuk dapat meninggalkan apa yang telah menjadi kegemaran dan kebiasaan mereka yang sebenarnya tidak dibolehkan oleh agama Islam. Maka setelah turun ayat ini, sebagian dari kaum Muslimin telah menghentikan meminum khamar karena ayat tersebut telah menyebutkan adanya dosa besar pada perbuatan itu.
Tetapi sebagian lagi masih terus meminum khamar, karena menurut pendapat mereka ayat itu belum melarang mereka dari perbuatan itu, apalagi karena Ia masih menyebutkan bahwa khamar itu mengandung banyak manfaat bagi manusia.
Kedua ialah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk.” (An Nisa’: 43)
Karena ayat ini melarang mereka melakukan shalat dalam keadaan mabuk, maka ini berarti bahwa mereka tidak dibolehkan minum khamar sebelum shalat, supaya mereka dapat melakukan shalat itu di dalam keadaan tidak mabuk. Setelah turun ayat ini, mereka tak dapat lagi meminum khamar sejak sebelum Zuhur, sampai selesainya shalat Isyak, karena waktu Zuhur dan Asar adalah bersambungan, dalam masa yang pendek. Demikian pula antara Asar dan Magrib, dan antara Magrib dengan Isyak. Apabila mereka meminum khamar sesudah shalat Zuhur, atau Magrib niscaya tak cukup waktu untuk menunggu sembuhnya mereka dari mabuk sehingga dengan demikian mereka tak akan dapat melaksanakan shalat dalam keadaan sadar, sedangkan Allah telah melarang mereka melakukan shalat dalam keadaan mabuk.
Orang-orang yang hendak meminum khamar juga hanya mendapat kesempatan sesudah shalat Isyak dan sesudah shalat Subuh. Karena jarak antara Isyak dan Subuh dan antara Subuh dan Zuhur adalah cukup panjang.
Kemudian, setelah iman kaum Muslimin semakin kuat dan telah matang jiwa mereka untuk dapat meninggalkan apa yang tidak diperbolehkan agama, maka turunlah ayat 90 surah Al-Maidah ini yang memberikan ketegasan tentang haramnya meminum khamar, yaitu dengan mengatakan bahwa meminum khamar, dan perbuatan lainnya itu adalah perbuatan kotor, haram dan termasuk perbuatan setan yang tak patut dilakukan oleh manusia yang beriman kepada Allah Ta’ala. Dengan turunnya ayat ini, tertutuplah sudah semua kemungkinan bagi orang-orang mukmin untuk meminum khamar.
Jika hati manusia tertutup, maka masuklah bisikan syaitan ke dalam hatinya, yang timbul dalam hatinya adalah rasa bangga dan lebih diantara yang lain. Jika manusia telah merasa lebih diantara manusia lainnya, maka ia akan menjadi orang yang sombong. Sementara sombong merupakan penghalang seseorang masuk surga karena akibat kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.
Ketiga, Cinta dunia
Mereka adalah manusia yang terlalu cinta dengan dunia, pergi pagi pulang sore yang dituju hanyalah kemewahan dunia, popularitas, kedudukan, jabatan, materi dan lainnya. Dia lupa dengan shalat lima waktu berjama’ah, lupa dengan 2,5% dari pendapatannya untuk berzakat dan bersedekah karena yang terdapat dalam benak pikirannya adalah materi dan kehidupan dunia. Zaman sekarang tidak sedikit orang berlomba-lomba untuk memperkaya diri dengan kemampuan akal yang dimilikinya.
Ketika duduk di kursi jabatan, betapa hebatnya ia beribadah kepada Allah. Tapi ironisnya, ketika menjelang jabatannya akan lengser atau dicopot dan lain sebagainya, yang ia lakukan adalah kemusyrikan. Ia mencari tempat yang dianggap punya kekuatan, entah itu ke gunung atau paranormal dan sebagainya. Inilah salah satu perilaku yang banyak dilakukan manusia di negeri kita ini.
وَلاَ تَلْبِسُواْ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُواْ الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ (البقرة: 42)
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (Al Baqarah: 42)
Banyak manusia hari ini yang berkeyakinan bahwa yang penting adalah kaya dan terkenal, tetapi jalan yang ditempuh menyimpang dari akidah Islam. Padahal telah jelas dalam Alquran disebutkan,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[7].”  (Al Fatihah: 5)
[6] Na’budu diambil dari kata ‘ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, Karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
[7] Nasta’iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti’aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
Dua hal ini adalah satu paket dan tidak bisa dirubah. Namun kenyataannya banyak manusia yang beribadah kepada Allah tapi meminta pertolongan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Keempat, Manusia Yang Panjang Angan-Angannya
Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu berkata: “Yang saya sangat khuatirkan atas kamu dua macam yaitu: Panjang angan-angan dan menurut hawa nafsu. Karena panjang angan-angan itu dapat melupakan akhirat dan menurutkan hawa nafsu itu menghalangi dari kebenaran (hak).”
Panjang angan – angan disebabkan oleh dua hal yaitu bodoh dan cinta dunia. Ketika seseorang cinta dunia dan kenikmatannya, hatinya akan merasa berat meninggalkannya, sehingga tidak terdorong untuk memikirkan kematian, bahkan hanya memikirkan dunia. Setiap orang yang tidak menyukai satu hal, ia akan menolaknya, sedangkan hati manusia pada umumnya lebih condong pada angan-angan yang batil. Oleh karena itu, angan-angan yang muncul selalu ingin bersama sesuatu yang disenangi selamanya, yakni abadi di dunia.
Hatinya terhenti sampai pada pemikiran dunia saja. Ia lupa akan kematian, bahkan tidak sanggup mendengar kata kematian. Ketika terlintas dipikirannya tentang kematian dan perlunya bekal untuk menghadapinya, ia malah menangguhkannya dan bergumam, “Biarlah dirimu beranjak dewasa baru bertaubat, begitu usia dewasa telah dimasukinya hatinya berbisik lagi,“  “biarkanlah dirimu sampai tua.” “Begitu usia tuanya telah tiba hatinya berbisik lagi, biarkanlah dirimu terlebih dahulu memiliki rumah mewah dan perlengkapannya, atau engkau selesai membalas dendam atau membiayai keluargamu … “ karena bisikan hatinya itu dia senantiasa mengatakan “akan” dan menangguhkan mempersiapkan bekal untuk pasca kematian. Akhirnya, penyesalan pun tidak dapat dihindarinya.
Pangkal panjang angan-angan adalah kecintaan kepada dunia dan lupa terhadap sabda Rasulullah, “Cintailah orang yang engkau cintai, (tetapi jangan lupa), engkau pasti akan berpisah dengannya.”
Adanya penyebab panjang angan-angan yang kedua yaitu kebodohan yang biasanya dimiliki oleh orang-orang yang masih berusia muda. Karena kemudaannya seseorang menyangka bahwa kematian jauh darinya. Ia tidak berpikir bahwa orang tua – tua ditempatnya jika dihitung tidak akan mencapai 1/10 dari seluruh penduduk. Jumlah mereka sedikit karena seringnya kasus kematian di usia muda. Satu orang tua renta yang mati, bersamanya telah mati pula 1000 orang berusia muda dan anak-anak.
Terkadang orang menyangka bahwa kematian jauh darinya hanya karena ia berbadan sehat. Ia pun menyangka bahwa dirinya tidak akan mati tiba-tiba. Ia tidak tahu bahwa hal itu biasa saja terjadi. Kalaupun dapat terhindar dari kematian yang secara tiba-tiba, ia tidak dapat menghindari datangnya sakit yang secara tiba-tiba. Setiap penyakit pada dasarnya datang secara tiba-tiba. Begitu ia sakit kematian mendekatinya. Seandainya berpikir dan tahu bahwa kematian mendatangi seseorang tanpa pandang bulu dan tanpa mengenal waktu. Yakni biasa datang kepada anak-anak , pemuda, orang tua; bias datang di siang atau di malam hari, insting kematiannya akan besar sehingga ia akan sibuk mempersiapkan bekal untuk menghadapinya. Sayangnya kebodohan dan kecintaan dunia telah menggusurnya ke lembah panjang angan-angan dan lalai akan dekatnya waktu kematian. Ia memang seering melihat orang mati namun tidak pernah berpikir suatu ketika kematian itu datang menemuinya. Ia pun sering mengantar jenazah ke kuburan, tapi tidak pernah berpikir suatu ketika dialah yang diusung ke kuburan. Dengan demikian ungkapan “akan” yang keluar melalui mulut seseorang merupakan suatu kebodohan. Dengan demikian, kiat untuk meruntuhkan panjang angan-angannya sekaligus mengingat kematian adalah mengambil pelajaran dari orang-orang yang mati mendahuluinya.
Kebodohan dapat diobati dengan pemikiran hati yang jernih dan mendengar hikmah-hikmah yang disampaikan orang-orang yang memiliki hati suci. Adapun mengobati orang yang terserang penyakit cinta dunia sangat sukar dilakukan. Tidak ada obat untuk menyembuhkannya, selain percaya pada hari kiamat, akhirat beserta peristiwa-peristiwa yang akan terjadi disana, yakni pahala dan siksa. Jika kepercayaan ini mampu ditanamkan dalam hati, cinta akan dunia dengan sendirinya akan berkurang. Alasannya, mencintai sesuatu yang mulia akan menggeser sesuatu yang hina. Jika telah menyadari sepelenya dunia dan mulianya akhirat, seseorang tidak akan membiarkan dirinya menoleh pada dunia beserta seluruh kesenangannya walaupun dirayu akan diberi seluruh kekayaan bumi dari timur sampai barat. Bagaimana mungkin ia akan terayu oleh dunia, sementara di dalam dadanya tertancap keimanan pada akhirat?
Kelima, Kezaliman Yang Tiada Habisnya
Mereka adalah manusia yang berbuat zalim, baik zalim kepada Allah ataupun makhluk-Nya, termasuk dzalim terhadap dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim: 7)
Ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya, yaitu surat Ibrahim ayat 6 yang mengisahkan tentang perkataan Nabi Musa ‘Alaihissalam terhadap kaumnya dengan mengingatkan mereka tentang besarnya nikmat Allah atas mereka.
Dalam ayat disebutkan:
Dan (ingatlah), ketika musa berkata pada kaumnya: ”Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkanmu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siska yang pedih, mereka menyembelih anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak perempuanmu dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhanmu.”  (Ibrahim (QS 14: 6).
Kemudian dilanjutkan ayat ini yang memberikan dorongan agar bersyukur atas nikmat-Nya sekaligus menyebutkan ancaman bagi orang-orang yang mengingkarinya. Syukur di wujudkan dengan hati, lisan, dan perbuatan. Syukur dengan hati adalah mengetahui bahwa berbagai kenikmatan tersebut berasal dari Allah juga dari yang lain. Syukur dengan lisan adalah dengan memuji dan menyanjung memberi nikmat. Sedangkan bersyukur dengan pebuatan adalah dengan menggunakan kenikmatan tersebut dengan bersikap loyal dan rendah hati terhadap Allah Ta’ala.
Namun hari ini banyak manusia yang merasa selalu kurang dan sering kufur nikmat. Karena sejauh banyak diantara kita yang tidak cukup cerdas untuk konsisten memahami betapa rasa syukur itulah yang akan membuat manusia menemukan cahaya illahi dalam kehidupannya. Contoh sederhana adalah betapa nikmat Allah berupa adanya Oksigen atau Zat Asam yang kita hirup untuk tetap hidup. Sampai saat ini tidak perlu dibeli, namun kualitasnya dari waktu ke waktu semakin buruk karena ulah manusia seperti polusi udara, penebangan hutan dan berbagai bentuk kerusakan yang disebabkan oleh keserakahan manusia. Daerah yang semula berudara sejuk dan nyaman untuk ditempati karena terletak di dataran tinggi, kini udaranya ketika siang hari nyaris tidak berbeda dengan daerah dataran rendah atau tepian pantai yang panas.
Untuk dapat mentasyakuri nikmat Allah, harus dilakukan dengan mentafakuri betapa besar kasih sayang Allah. Hal-hal kecil dan besar yang mungkin luput dari pandangan kita sebagai manusia dapat diingatkan untuk selalu disyukuri. Jangan sampai kita menjadi hamba yang hanya memakan nikmat dari Allah Ta’ala tapi tidak mau bersyukur padanya.
Dengan mensyukuri nikmat Allah Ta’ala manusia akan mendapat berkah dan karunia yang lebih banyak lagi dari-NYA, sebagaimana QS Ad-Dhuha ayat 11: “Dan terhadap Nikmat Tuhanmua, maka hendaklah kamu menyebutNYA (dengan bersyukur).“ Demikian pula QS. Ar-Rahman berkali-kali menyebutkan: “Maka Nikmat Rabb yang manalagi yang kamu dustakan.“  Bila masih ada pertanyaan tentang adanya keraguan kita untuk tidak mensyukuri nikmat Allah, baiknya berhenti sejenak dari kesibukan dunia untuk menyadari betapa banyak nikmat Allah yang kita terima.
Keenam, Manusia Yang Sedikit Rasa Malunya Terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala
عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ عَمْرٍو الأَنْصَارِي الْبَدْرِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ .     [رواه البخاري]
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshary Al Badry Radhiallahu ‘Anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal orang-orang dari ucapan Nabi-Nabi terdahulu adalah:  Jika engkau tidak malu berbuatlah sekehendakmu.” (Riwayat Bukhari)
Sabda beliau: “Berbuatlah sekehendakmu”, mengandung dua pengertian, yaitu :
1.       Berarti ancaman dan peringatan keras, bukan merupakan perintah, sebagaimana sabda beliau : “Lakukanlah sesuka kamu” Yang juga berarti ancaman, sebab kepada mereka telah diajarkan apa yang harus ditinggalkan. Demikian juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Barang siapa yang menjual khamr maka hendaklah dia (seperti) memotong-motong daging babi.”  Tidak berarti bahwa beliau membenarkan melakukan hal semacam itu.
2.       Hendaklah melakukan apa saja yang kamu tidak malu melakukannya, seperti halnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Malu itu sebagian dari Iman.”  Maksud malu di sini adalah malu yang dapat menjauhkan dirinya dari perbuatan keji dan mendorongnya berbuat kebajikan. Demikian juga bila malu dapat mendorong seseorang meninggalkan perbuatan keji kemudian melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka malu semacam ini sederajat dengan iman karena kesamaan pengaruhnya pada seseorang. Malu adalah ajaran para Nabi, sejak Nabi pertama hingga Nabi terakhir, ada yang sudah sirna dan ada yang tidak. Di antara ajaran yang tidak pernah sirna adalah rasa malu. Hal ini menunjukkan bahwa rasa malu memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama. Oleh karena itu harus mendapat perhatian yang mendalam.
Jika seseorang telah meninggalkan rasa malu, maka jangan harap lagi (kebaikan) darinya sedikitpun. Berbuat maksiat dilakukan dihadapan public, melakukan korupsi, nepotisme dan sebagainya telah menjadi hal biasa karena hilangnya rasa malu.
Padahal Rasulullah menyatakan bahwa malu merupakan bagian dari iman. Maksudnya, orang yang kehilangan rasa malu sama halnya dengan ia telah kehilangan sebagian keimanannya. Otomatis jika orang tersebut hanya memiliki sedikit saja rasa malu, ia juga hanya memiliki keimanan yang kecil atau tipis. Ini yang melanda pemuda dan pemudi masa kini, mereka sangat sedikit mempunyai rasa malu, sehingga keimanannya pun bisa dikatakan lemah. Buka-bukaan dalam pengertian saling memperlihatkan aurat atau kemaluan mereka. Karena mereka sangat sedikit mempunyai rasa malu, maka kemaluan yang seharusnya di sembunyikan justru dibuka untuk orang yang bergelar “KEKASIH”, atau pacar. Lain lagi dengan orang yang menyebunyikan kemaluannya atau bisa menjaga kemaluannya/auratnya, dan hanya dipersembahkan kepada istri atau suami mereka.
Orang sudah kehilangan rasa malunya kepada Allah, akan melakukan perbuatan sesuka hatinya. Seandainya ia masih mempunyai rasa malu kepada sesama manusia, ia akan menghindar dari keramaian manusia yang lain. Dan ditempat persembunyiannya ia menjadi budak nafsu setan, berzina dengan wanita pasangan yang juga telah kehilangan rasa malunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar