Ust. Enjang Jamhuri, M.Pd.
darussalam-online.com › Khutbah Jumat
Hadirin
maa’syiral muslimin Rahimakumullahu
Dalam
kehidupan yang sangat fana ini, pada satu sisi manusia memiliki kewajiban untuk
menghambakan dirinya kepada Allah Ta’ala, namun disisi yang lain manusia
juga harus mempunyai kecerdasan untuk senantiasa menjaga, memelihara setiap
amal yang senantiasa ia laksanakan, baik yang sudah ia torehkan ataupun yang
sedang ia kerjakan. Jika dua hal ini sejalan, seiring, seirama, insya Allah
do’a yang senantiasa kita panjatkan kepada Allah Azza Wajalla “Rabbana
Aaatina Fid Dunya Hasanah wa fil Aakhirati Hasanah Wa Qina ‘Adzabannar,” akan
didengar dan dikabulkan Allah Ta’ala, jika keseimbangan antara investasi
amal dan menjaga amal kita jalankan sebaik mungkin.
Allah
Ta’ala menyatakan berulang kali dalam alquranul karim bahwa dunia ini
hanyalah permainan, tipu daya dan senda gurau, jika seseorang telah tertipu
oleh indahnya dunia maka ia akan nista di hari kemudian.
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي
الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ
ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرّاً ثُمَّ يَكُونُ حُطَاماً وَفِي الْآخِرَةِ
عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (الحديد: 20)
“Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat
warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al Hadid: 20)
Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam berwasiat kepada kita,
ستة أشياء تحبط الأعمال: الاشتغال
بعيوب الخلق، وقسوة القلب، وحب الدنيا، وقلة الحياء، وطول الأمل، وظالم لا ينتهي (
رواه عدي بن حاتم الطائي ، نقله الألباني في السلسلة الضعيفة وحكم عنه بأنه :
موضوع)
“Ada
6 perkara yang bisa menggugurkan amalan; sibuk mencari aib manusia, kerasnya
hati, cinta dunia, sedikit malu, panjang angan-angan, dan kezaliman yang tiada
habisnya… “
Pertama,
Sibuk dengan aib orang lain.
Mereka
adalah manusia yang tidak pandai menjaga lesannya, manusia yang dalam hidupnya
disibukkan dengan mencari aib orang lain, seperti ghibah, namimah (adu domba).
Ini merupakan penyakit rohani yang kelihatannya sepele dan kecil, namun
dampaknya bisa menghancurkan seluruh rangkaian amal yang telah kita
investasikan selama hidup ini. Pantaslah jika ada ibarat “beruntunglah orang
yang disibukkan dengan aibnya sehingga menjaga lesannya daripada mencari aib
orang lain untuk menggunjing atau mengadu domba kepada sesamanya. Mencari aib
orang lain, tentu mempunyai tujuan yang sangat negative, ingin menghancurkan
nama baik dan sebagainya. Hal ini jelas merupakan perilaku yang mengikis habis
amal ibadah seseorang.
Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam berwasiat kepada kita,
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ : قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ
كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Dari
Abu Musa dia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Orang
mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan
yang lainnya saling mengokohkan.”
(HR. Muslim)
Rasulullah
juga bersabda:
مَثَلُ
الْمُؤْمِنِ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ
إِذَ اشْتَكَى مِنْهُ عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ
وَالْحُمَّى
“Perumpamaan
kaum mukmin dalam kasih sayang dan belas kasih serta cinta adalah seperti satu
tubuh. Jika satu bagian anggota tubuh sakit maka akan merasa sakit seluruh
tubuh dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua
hadits di atas melukiskan gambaran ideal umat Islam. Karena sesama muslim
adalah saudara, maka ketika diantara kita melihat aib saudaranya, maka fungsi
dan tugasnya bukanlah membeberkan, mencela ataupun menggunjingnya tetapi fungsi
dan tugas kita adalah harus menutupi aib saudara kita. Karena insya Allah, jika
di dunia kita pandai menutupi aib saudara kita, Allah pun akan menutupi aib
kita. Orang lain menyanjung dan memuji kita, karena orang lain tidak tahu aib
dan kekurangan kita. Siapa yang mengetahui aib kita? Hanya Allah Ta’ala
yang mengetahuinya masing-masing aib dan kekurangan kita karena Ia menutupi aib
tersebut.
Kedua,
Kerasnya hati
14
Abad silam, Islam turun di semenanjung Arabia yang terkenal dengan masyarakat
yang gemar mabuk, judi dan zina. Sebagian besar diantara mereka punya karakter
hati yang keras. Karenanya Allah Ta’ala mengharamkan khamr dengan 3
proses tahapan.
Pertama
dengan firman Allah:
يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ
وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
“Mereka
bertanya kepadamu tentang (meminum) khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya
itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia,” tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.”
(Al-Baqarah: 219)
Ayat
ini turun pada masa permulaan Islam, di mana iman Kaum Muslimin belumlah begitu
kuat untuk dapat meninggalkan apa yang telah menjadi kegemaran dan kebiasaan
mereka yang sebenarnya tidak dibolehkan oleh agama Islam. Maka setelah turun
ayat ini, sebagian dari kaum Muslimin telah menghentikan meminum khamar karena
ayat tersebut telah menyebutkan adanya dosa besar pada perbuatan itu.
Tetapi
sebagian lagi masih terus meminum khamar, karena menurut pendapat mereka ayat
itu belum melarang mereka dari perbuatan itu, apalagi karena Ia masih
menyebutkan bahwa khamar itu mengandung banyak manfaat bagi manusia.
Kedua
ialah firman Allah:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan
mabuk.” (An Nisa’: 43)
Karena
ayat ini melarang mereka melakukan shalat dalam keadaan mabuk, maka ini berarti
bahwa mereka tidak dibolehkan minum khamar sebelum shalat, supaya mereka dapat
melakukan shalat itu di dalam keadaan tidak mabuk. Setelah turun ayat ini,
mereka tak dapat lagi meminum khamar sejak sebelum Zuhur, sampai selesainya
shalat Isyak, karena waktu Zuhur dan Asar adalah bersambungan, dalam masa yang
pendek. Demikian pula antara Asar dan Magrib, dan antara Magrib dengan Isyak.
Apabila mereka meminum khamar sesudah shalat Zuhur, atau Magrib niscaya tak
cukup waktu untuk menunggu sembuhnya mereka dari mabuk sehingga dengan demikian
mereka tak akan dapat melaksanakan shalat dalam keadaan sadar, sedangkan Allah
telah melarang mereka melakukan shalat dalam keadaan mabuk.
Orang-orang
yang hendak meminum khamar juga hanya mendapat kesempatan sesudah shalat Isyak
dan sesudah shalat Subuh. Karena jarak antara Isyak dan Subuh dan antara Subuh
dan Zuhur adalah cukup panjang.
Kemudian,
setelah iman kaum Muslimin semakin kuat dan telah matang jiwa mereka untuk
dapat meninggalkan apa yang tidak diperbolehkan agama, maka turunlah ayat 90
surah Al-Maidah ini yang memberikan ketegasan tentang haramnya meminum khamar,
yaitu dengan mengatakan bahwa meminum khamar, dan perbuatan lainnya itu adalah
perbuatan kotor, haram dan termasuk perbuatan setan yang tak patut dilakukan
oleh manusia yang beriman kepada Allah Ta’ala. Dengan turunnya ayat ini,
tertutuplah sudah semua kemungkinan bagi orang-orang mukmin untuk meminum
khamar.
Jika
hati manusia tertutup, maka masuklah bisikan syaitan ke dalam hatinya, yang
timbul dalam hatinya adalah rasa bangga dan lebih diantara yang lain. Jika
manusia telah merasa lebih diantara manusia lainnya, maka ia akan menjadi orang
yang sombong. Sementara sombong merupakan penghalang seseorang masuk surga
karena akibat kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.
Ketiga,
Cinta dunia
Mereka
adalah manusia yang terlalu cinta dengan dunia, pergi pagi pulang sore yang
dituju hanyalah kemewahan dunia, popularitas, kedudukan, jabatan, materi dan
lainnya. Dia lupa dengan shalat lima waktu berjama’ah, lupa dengan 2,5% dari
pendapatannya untuk berzakat dan bersedekah karena yang terdapat dalam benak
pikirannya adalah materi dan kehidupan dunia. Zaman sekarang tidak sedikit
orang berlomba-lomba untuk memperkaya diri dengan kemampuan akal yang
dimilikinya.
Ketika
duduk di kursi jabatan, betapa hebatnya ia beribadah kepada Allah. Tapi
ironisnya, ketika menjelang jabatannya akan lengser atau dicopot dan lain
sebagainya, yang ia lakukan adalah kemusyrikan. Ia mencari tempat yang dianggap
punya kekuatan, entah itu ke gunung atau paranormal dan sebagainya. Inilah
salah satu perilaku yang banyak dilakukan manusia di negeri kita ini.
وَلاَ تَلْبِسُواْ الْحَقَّ
بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُواْ الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ (البقرة: 42)
“Dan
janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu
sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (Al Baqarah: 42)
Banyak
manusia hari ini yang berkeyakinan bahwa yang penting adalah kaya dan terkenal,
tetapi jalan yang ditempuh menyimpang dari akidah Islam. Padahal telah jelas
dalam Alquran disebutkan,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ
“Hanya
Engkaulah yang kami sembah[6], dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan[7].” (Al
Fatihah: 5)
[6] Na’budu diambil dari kata ‘ibaadat:
kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran
Allah, sebagai Tuhan yang disembah, Karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai
kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
[7]
Nasta’iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti’aanah: mengharapkan
bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan
dengan tenaga sendiri.
Dua
hal ini adalah satu paket dan tidak bisa dirubah. Namun kenyataannya banyak
manusia yang beribadah kepada Allah tapi meminta pertolongan kepada selain
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Keempat,
Manusia Yang Panjang Angan-Angannya
Ali
bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu berkata: “Yang saya sangat
khuatirkan atas kamu dua macam yaitu: Panjang angan-angan dan menurut hawa
nafsu. Karena panjang angan-angan itu dapat melupakan akhirat dan menurutkan
hawa nafsu itu menghalangi dari kebenaran (hak).”
Panjang
angan – angan disebabkan oleh dua hal yaitu bodoh dan cinta dunia. Ketika
seseorang cinta dunia dan kenikmatannya, hatinya akan merasa berat
meninggalkannya, sehingga tidak terdorong untuk memikirkan kematian, bahkan
hanya memikirkan dunia. Setiap orang yang tidak menyukai satu hal, ia akan
menolaknya, sedangkan hati manusia pada umumnya lebih condong pada angan-angan
yang batil. Oleh karena itu, angan-angan yang muncul selalu ingin bersama
sesuatu yang disenangi selamanya, yakni abadi di dunia.
Hatinya
terhenti sampai pada pemikiran dunia saja. Ia lupa akan kematian, bahkan tidak
sanggup mendengar kata kematian. Ketika terlintas dipikirannya tentang kematian
dan perlunya bekal untuk menghadapinya, ia malah menangguhkannya dan bergumam, “Biarlah
dirimu beranjak dewasa baru bertaubat, begitu usia dewasa telah dimasukinya
hatinya berbisik lagi,“ “biarkanlah dirimu sampai tua.” “Begitu
usia tuanya telah tiba hatinya berbisik lagi, biarkanlah dirimu terlebih dahulu
memiliki rumah mewah dan perlengkapannya, atau engkau selesai membalas dendam
atau membiayai keluargamu … “ karena bisikan hatinya itu dia senantiasa
mengatakan “akan” dan menangguhkan mempersiapkan bekal untuk pasca
kematian. Akhirnya, penyesalan pun tidak dapat dihindarinya.
Pangkal
panjang angan-angan adalah kecintaan kepada dunia dan lupa terhadap sabda
Rasulullah, “Cintailah orang yang engkau cintai, (tetapi jangan lupa),
engkau pasti akan berpisah dengannya.”
Adanya
penyebab panjang angan-angan yang kedua yaitu kebodohan yang biasanya dimiliki
oleh orang-orang yang masih berusia muda. Karena kemudaannya seseorang
menyangka bahwa kematian jauh darinya. Ia tidak berpikir bahwa orang tua – tua
ditempatnya jika dihitung tidak akan mencapai 1/10 dari seluruh penduduk.
Jumlah mereka sedikit karena seringnya kasus kematian di usia muda. Satu orang
tua renta yang mati, bersamanya telah mati pula 1000 orang berusia muda dan
anak-anak.
Terkadang
orang menyangka bahwa kematian jauh darinya hanya karena ia berbadan sehat. Ia
pun menyangka bahwa dirinya tidak akan mati tiba-tiba. Ia tidak tahu bahwa hal
itu biasa saja terjadi. Kalaupun dapat terhindar dari kematian yang secara
tiba-tiba, ia tidak dapat menghindari datangnya sakit yang secara tiba-tiba.
Setiap penyakit pada dasarnya datang secara tiba-tiba. Begitu ia sakit kematian
mendekatinya. Seandainya berpikir dan tahu bahwa kematian mendatangi seseorang
tanpa pandang bulu dan tanpa mengenal waktu. Yakni biasa datang kepada
anak-anak , pemuda, orang tua; bias datang di siang atau di malam hari, insting
kematiannya akan besar sehingga ia akan sibuk mempersiapkan bekal untuk
menghadapinya. Sayangnya kebodohan dan kecintaan dunia telah menggusurnya ke
lembah panjang angan-angan dan lalai akan dekatnya waktu kematian. Ia memang
seering melihat orang mati namun tidak pernah berpikir suatu ketika kematian
itu datang menemuinya. Ia pun sering mengantar jenazah ke kuburan, tapi tidak
pernah berpikir suatu ketika dialah yang diusung ke kuburan. Dengan demikian
ungkapan “akan” yang keluar melalui mulut seseorang merupakan suatu
kebodohan. Dengan demikian, kiat untuk meruntuhkan panjang angan-angannya
sekaligus mengingat kematian adalah mengambil pelajaran dari orang-orang yang
mati mendahuluinya.
Kebodohan
dapat diobati dengan pemikiran hati yang jernih dan mendengar hikmah-hikmah
yang disampaikan orang-orang yang memiliki hati suci. Adapun mengobati orang
yang terserang penyakit cinta dunia sangat sukar dilakukan. Tidak ada obat
untuk menyembuhkannya, selain percaya pada hari kiamat, akhirat beserta
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi disana, yakni pahala dan siksa. Jika
kepercayaan ini mampu ditanamkan dalam hati, cinta akan dunia dengan sendirinya
akan berkurang. Alasannya, mencintai sesuatu yang mulia akan menggeser sesuatu
yang hina. Jika telah menyadari sepelenya dunia dan mulianya akhirat, seseorang
tidak akan membiarkan dirinya menoleh pada dunia beserta seluruh kesenangannya
walaupun dirayu akan diberi seluruh kekayaan bumi dari timur sampai barat.
Bagaimana mungkin ia akan terayu oleh dunia, sementara di dalam dadanya
tertancap keimanan pada akhirat?
Kelima,
Kezaliman Yang Tiada Habisnya
Mereka
adalah manusia yang berbuat zalim, baik zalim kepada Allah ataupun makhluk-Nya,
termasuk dzalim terhadap dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim: 7)
Ayat
ini berkaitan dengan ayat sebelumnya, yaitu surat Ibrahim ayat 6 yang
mengisahkan tentang perkataan Nabi Musa ‘Alaihissalam terhadap kaumnya
dengan mengingatkan mereka tentang besarnya nikmat Allah atas mereka.
Dalam
ayat disebutkan:
Dan
(ingatlah), ketika musa berkata pada kaumnya: ”Ingatlah nikmat Allah atasmu
ketika Dia menyelamatkanmu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka
menyiksa kamu dengan siska yang pedih, mereka menyembelih anak laki-lakimu,
membiarkan hidup anak perempuanmu dan pada yang demikian itu ada cobaan yang
besar dari Tuhanmu.” (Ibrahim
(QS 14: 6).
Kemudian
dilanjutkan ayat ini yang memberikan dorongan agar bersyukur atas nikmat-Nya
sekaligus menyebutkan ancaman bagi orang-orang yang mengingkarinya. Syukur di
wujudkan dengan hati, lisan, dan perbuatan. Syukur dengan hati adalah
mengetahui bahwa berbagai kenikmatan tersebut berasal dari Allah juga dari yang
lain. Syukur dengan lisan adalah dengan memuji dan menyanjung memberi nikmat.
Sedangkan bersyukur dengan pebuatan adalah dengan menggunakan kenikmatan
tersebut dengan bersikap loyal dan rendah hati terhadap Allah Ta’ala.
Namun
hari ini banyak manusia yang merasa selalu kurang dan sering kufur nikmat.
Karena sejauh banyak diantara kita yang tidak cukup cerdas untuk konsisten
memahami betapa rasa syukur itulah yang akan membuat manusia menemukan cahaya
illahi dalam kehidupannya. Contoh sederhana adalah betapa nikmat Allah berupa
adanya Oksigen atau Zat Asam yang kita hirup untuk tetap hidup. Sampai saat ini
tidak perlu dibeli, namun kualitasnya dari waktu ke waktu semakin buruk karena
ulah manusia seperti polusi udara, penebangan hutan dan berbagai bentuk
kerusakan yang disebabkan oleh keserakahan manusia. Daerah yang semula berudara
sejuk dan nyaman untuk ditempati karena terletak di dataran tinggi, kini
udaranya ketika siang hari nyaris tidak berbeda dengan daerah dataran rendah
atau tepian pantai yang panas.
Untuk
dapat mentasyakuri nikmat Allah, harus dilakukan dengan mentafakuri betapa
besar kasih sayang Allah. Hal-hal kecil dan besar yang mungkin luput dari
pandangan kita sebagai manusia dapat diingatkan untuk selalu disyukuri. Jangan
sampai kita menjadi hamba yang hanya memakan nikmat dari Allah Ta’ala
tapi tidak mau bersyukur padanya.
Dengan
mensyukuri nikmat Allah Ta’ala manusia akan mendapat berkah dan karunia
yang lebih banyak lagi dari-NYA, sebagaimana QS Ad-Dhuha ayat 11: “Dan
terhadap Nikmat Tuhanmua, maka hendaklah kamu menyebutNYA (dengan bersyukur).“
Demikian pula QS. Ar-Rahman berkali-kali menyebutkan: “Maka Nikmat Rabb yang
manalagi yang kamu dustakan.“ Bila masih ada pertanyaan tentang
adanya keraguan kita untuk tidak mensyukuri nikmat Allah, baiknya berhenti
sejenak dari kesibukan dunia untuk menyadari betapa banyak nikmat Allah yang
kita terima.
Keenam,
Manusia Yang Sedikit Rasa Malunya Terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala
عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ
عَمْرٍو الأَنْصَارِي الْبَدْرِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ
النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
. [رواه البخاري]
Dari
Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshary Al Badry Radhiallahu ‘Anhu dia
berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya
ungkapan yang telah dikenal orang-orang dari ucapan Nabi-Nabi terdahulu adalah:
Jika engkau tidak malu berbuatlah sekehendakmu.” (Riwayat Bukhari)
Sabda
beliau: “Berbuatlah sekehendakmu”, mengandung dua pengertian, yaitu :
1.
Berarti ancaman dan peringatan keras, bukan merupakan perintah, sebagaimana
sabda beliau : “Lakukanlah sesuka kamu” Yang juga berarti ancaman, sebab
kepada mereka telah diajarkan apa yang harus ditinggalkan. Demikian juga sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Barang siapa yang menjual khamr
maka hendaklah dia (seperti) memotong-motong daging babi.” Tidak
berarti bahwa beliau membenarkan melakukan hal semacam itu.
2.
Hendaklah melakukan apa saja yang kamu tidak malu melakukannya, seperti halnya
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Malu itu sebagian dari
Iman.” Maksud malu di sini adalah malu yang dapat menjauhkan dirinya
dari perbuatan keji dan mendorongnya berbuat kebajikan. Demikian juga bila malu
dapat mendorong seseorang meninggalkan perbuatan keji kemudian melakukan
perbuatan-perbuatan baik, maka malu semacam ini sederajat dengan iman karena
kesamaan pengaruhnya pada seseorang. Malu adalah ajaran para Nabi, sejak Nabi
pertama hingga Nabi terakhir, ada yang sudah sirna dan ada yang tidak. Di
antara ajaran yang tidak pernah sirna adalah rasa malu. Hal ini menunjukkan
bahwa rasa malu memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama. Oleh
karena itu harus mendapat perhatian yang mendalam.
Jika
seseorang telah meninggalkan rasa malu, maka jangan harap lagi (kebaikan)
darinya sedikitpun. Berbuat maksiat dilakukan dihadapan public, melakukan
korupsi, nepotisme dan sebagainya telah menjadi hal biasa karena hilangnya rasa
malu.
Padahal
Rasulullah menyatakan bahwa malu merupakan bagian dari iman. Maksudnya, orang
yang kehilangan rasa malu sama halnya dengan ia telah kehilangan sebagian
keimanannya. Otomatis jika orang tersebut hanya memiliki sedikit saja rasa
malu, ia juga hanya memiliki keimanan yang kecil atau tipis. Ini yang melanda
pemuda dan pemudi masa kini, mereka sangat sedikit mempunyai rasa malu,
sehingga keimanannya pun bisa dikatakan lemah. Buka-bukaan dalam pengertian
saling memperlihatkan aurat atau kemaluan mereka. Karena mereka sangat sedikit
mempunyai rasa malu, maka kemaluan yang seharusnya di sembunyikan justru dibuka
untuk orang yang bergelar “KEKASIH”, atau pacar. Lain lagi dengan orang yang
menyebunyikan kemaluannya atau bisa menjaga kemaluannya/auratnya, dan hanya
dipersembahkan kepada istri atau suami mereka.
Orang
sudah kehilangan rasa malunya kepada Allah, akan melakukan perbuatan sesuka
hatinya. Seandainya ia masih mempunyai rasa malu kepada sesama manusia, ia akan
menghindar dari keramaian manusia yang lain. Dan ditempat persembunyiannya ia
menjadi budak nafsu setan, berzina dengan wanita pasangan yang juga telah
kehilangan rasa malunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar